Nationalgeographic.co.id—Sebanyak 14.000 ilmuwan dan 1.990 yurisdiksi atau wilayah di 34 negara telah menyampaikan sebuah peringatan keras mengenai kondisi Bumi yang terus memburuk.
Sebelumnya, pada tahun 2019, 11.258 ilmuwan menerbitkan laporan di jurnal BioScience, yang memperingatkan dunia internasional akan keadaan darurat iklim yang kita hadapi. Hampir dua tahun kemudian, hal-hal yang mereka sampaikan itu tetap sama: Bumi terus memburuk.
"Yang sangat mengganggu adalah peningkatan bencana terkait iklim, termasuk kebakaran besar Australia 2019-20, dan fakta bahwa tiga gas rumah kaca utama --karbon dioksida, metana, dan nitrous oksida-- mencatat rekor konsentrasi atmosfer pada 2020 dan lagi pada 2021," ujar Thomas Newsome, ahli ekologi dari University of Sydney yang turut menulis peringatan tersebut.
"Ini terlepas dari perubahan selama pandemi COVID-19," kata Newsome lagi seperti dilansir Science Alert.
Laporan terbaru, yang juga diterbitkan di jurnal BioScience, telah menambahkan 2.800 nama ilmuwan ke dalam kelompok belasan ribu ilmuwan sebelumnya. Dalam laporan tersebut, mereka melakukan pembaruan terhadap peringatan atas krisis iklim ini.
"Kita mendekati atau telah melewati titik kritis yang terkait dengan bagian penting dari sistem Bumi, termasuk lapisan es Antarktika Barat dan Greenland, terumbu karang air hangat, dan hutan hujan Amazon," tulis para peneliti dalam laporan baru tersebut.
"Mengingat perkembangan yang mengkhawatirkan ini, kami membutuhkan pembaruan yang singkat, sering, dan mudah diakses mengenai darurat iklim ini."
Dalam laporan terbaru itu, mereka juga mencatat bahwa 1.990 yurisdiksi telah secara resmi menyatakan atau mengakui keadaan darurat iklim. Ribuan yurisdiksi itu juga menyatakan mulai melakukan pendekatan kebijakan untuk dapat mengurangi beberapa kerusakan yang telah kita lakukan terhadap planet kita ini.
Baca Juga: Perubahan Iklim Mengancam Ketahanan Pangan Sektor Perikanan Indonesia
Para peneliti menyarankan "pendekatan kebijakan jangka pendek tiga cabang": harga karbon global yang jauh lebih tinggi, penghentian penggunaan bahan bakar fosil di seluruh dunia, dan pengembangan cadangan iklim untuk melindungi dan memulihkan keanekaragaman hayati dan penyerap karbon (seperti hutan hujan Amazon).
Para ilmuwan iklim sebenarnya telah berteriak di mana-mana tentang bahaya perubahan iklim antropogenik, atau perubahan iklim yang disebabkan aktivitas manusia, setidaknya sejak tahun 1960-an. Selain itu, mereka juga telah menawarkan berbagai solusi dengan cara yang berbeda sejak tahun 1980-an.
Meskipun banyak orang sudah mengetahui dampak penggunaan bahan bakar fosil yang merajalela terhadap iklim Bumi, emisi gas rumah kaca manusia tetap saja terus meningkat, dan akibatnya pemanasan global terus meningkat. Sekarang, para ilmuwan memperingatkan kita tidak punya waktu lagi untuk disia-siakan.
"Kami menyerukan kebutuhan mendesak untuk perubahan transformatif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan, lebih luas lagi, eksploitasi berlebihan manusia terhadap planet ini," tegas Newsome.
Baca Juga: Pemanasan Global: Sebagian Wilayah Asia Akan Sepanas Gurun Sahara
"Peluang masih ada untuk mengalihkan langkah-langkah dukungan moneter terkait pandemi ke dalam kegiatan ramah iklim. Hal ini mendorong untuk mencapai divestasi bahan bakar fosil dan subsidi bahan bakar fosil meningkat dengan cara yang memecahkan rekor."
Para ilmuwan mencatat, setidaknya ada 31 'tanda vital' atau tolok ukur yang mempelihatkan bahwa kondisi iklim di Bumi ini telah memburuk dengan cepat. Beberapa di antaranya adalah perubahan kondisi laut, jumlah ternak, dan pencairan es yang berada pada titik tertinggi sepanjang masa.
Namun begitu, para peneliti juga mencantukan beberapa perubahan baik juga yang memberi harapan. Misalnya, antara tahun 2018 dan 2021, tenaga surya dan angin telah meningkat sebesar 57 persen, meskipun itu masih 19 kali lebih rendah dari konsumsi bahan bakar fosil.
Baca Juga: Gunung Es Terbesar Sedunia, Seluas Pulau Madura, Lepas dari Antarktika
Selain itu, antara tahun 2018 dan 2021 juga telah terjadi peningkatan yang kuat dalam divestasi bahan bakar fosil. Dan sejak 2019, ada juga sedikit penurunan konsumsi energi bahan bakar fosil, meskipun para peneliti mencatat itu mungkin karena pandemi sehingga kemungkinan angka ini akan naik lagi.
Laporan baru ini dirilis untuk menyelaraskan dengan laporan Panel Internasional tentang Perubahan Iklim (International Panel on Climate Change/IPCC) terbaru yang akan dirilis pekan ini, yang diharapkan akan lebih menjadi peringatan. Laporan IPCC dari tahun-tahun sebelumnya sebenarnya juga tidak main-main.
Laporan lengkap mengenai peringatan terbaru mengenai darurat iklim ini bertajuk "World Scientists’ Warning of a Climate Emergency 2021". Laporan ini telah terbit di jurnal BioScience pada 28 Juli 2021.
Baca Juga: Petaka dari Dasar Bumi dan Luap Laut Jakarta. Apakah Kita Siap?
Source | : | Science Alert |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR