ChopShots Documentary Film Festival for Southeast Asia bakal hadir di Jakarta, mulai 5 sampai dengan 9 Desember 2012, atas prakarsa proyek DocNet dari Goethe Institut dan Europe Union.
Franz Xaver Augustin, Direktur Goethe Institut Wilayah Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru mengatakan, meski ChopShots baru digagas untuk pertama kalinya pada tahun ini, visi mereka adalah menjadikannya suatu wadah institusi mapan.
"Diharapkan melalui festival film yang sifatnya internasional ini, kita dapat menghasilkan komunitas dokumenter yang mantap dan mandiri," tambahnya, "Kami lihat bahwa kita harus lakukan kegiatan ini bukan hanya di komunitas mereka saja, lingkungan-lingkungan terbatas, melainkan ingin memperlihatkan karya mereka dalam satu festival film internasional."
Marc Eberle, pembuat film dokumenter yang juga Direktur Artistik ChopShots Documentary Festival, mengutarakan, pertanyaan terutama yang diajukan mengenai dokumenter adalah mengapa harus dokumenter. Sebab budaya film di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, masih belum terbentuk.
"Film dokumenter masih belum menemukan tempat di publik. Pasalnya, anggapan hampir selalu mengotak-kotakkan dokumenter --apakah fiksi, fakta, atau hibrida antara fiksi dan fakta. Namun apa pun dokumenter tetap diakui, sebagai media untuk menjelaskan hal-hal yang terjadi di dunia," tuturnya.
Marc menekankan, dokumenter pun dapat menjadi tontonan mendidik sekaligus menjadi hiburan menarik. Ia juga merekomendasikan agar televisi publik bisa menyediakan ruang bagi film dokumenter.
Sulitnya meningkatkan dokumenter di negara-negara Asia Tenggara, antara lain terkait kendala pendanaan. Padahal banyak bakat-bakat baru bermunculan dari wilayah ini. "Industri di sini masih tahap awal, dukungan rendah," katanya.
Menurut Marc kembali, festival ini memang ingin berfokus pada film-film di kawasan, di samping membawa film dokumenter terbaru dan terbaik dari seluruh belahan dunia, yang sebagian besar belum pernah dipertontonkan bagi publik di Asia Tenggara. Dari 60 film dokumenter yang akan ditampilkan, 43 di antaranya dari Asia Tenggara.
Ditegaskan oleh Mai Lan Thai, Direktur Eksekutif ChopShots Festival, topik film-film dalam festival dokumenter ini sangat luas dan menunjukkan gambaran situasi di Asia Tenggara, khususnya dalam kurun dua tahun terakhir. "Kecenderungan topik yang diangkat adalah berbicara hak asasi manusia, mulai dari masalah ketidakadilan, tentang perjuangan kemiskinan, dan sebagainya," ujar Mai Lan.
Mereka menyaring karya yang masuk dari 159 peserta di 38 negara. Salah satunya yang cukup menuai perhatian pula adalah pemutaran perdana film panjang dokumenter debut karya sineas Dwi Sujanti Nugraheni berjudul "Denok & Gareng". Festival akan berlangsung di empat lokasi, yakni Goethe Haus, Kineforum, Taman Ismail Marzuki XXI, dan Binus International Film School.
Mengintip Inisiatif 'Blue Carbon' Terbesar di Dunia dari Negara Termiskin di Asia
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR