Siang panas itu saya dan rekan ingin menyambangi restoran tradisional Sunda di daerah Garut, Jawa Barat. Kami pun berkendara mencari lokasi strategis untuk memuaskan lapar. Di Jalan Raya Otista, Tarogong, sebuah rumah makan yang nampak besar menarik perhatian.
Papan namanya bertuliskan "Sambal Ala Cibiuk". Kami putuskan untuk berhenti di rumah makan ini lantaran pelataran parkirnya yang cukup luas.
Begitu memasuki restoran, langsung disambut oleh suasana yang tidak salah lagi berkonsep tatar Sunda. Pengunjung bisa bebas duduk secara lesehan, maupun duduk santai di kursi dan meja apik. Udara sejuk mengalir di restoran yang setengah terbuka ini.
Lantas saya disodori buku menu. Pertama-tama, pilih nasi timbel, nasi bakar, atau nasi tutug oncom? Demi totalitas berpetualang kuliner, akhirnya kami memilih nasi timbel merah yang tak pernah kami cicipi sebelumnya.
Menu utama antara lain ikan gurame bakar cobek, ayam bumbu, gepuk. Dan pepes ikan mas, pepes jamur, plus pepes tahu; yang rasanya wajib dimakan bersama \'cocolan\' sambal.
Rumah makan ini menyediakan variasi sambal disajikan dengan lembaran-lembaran daun lalapan. Ada sambal asli cibiuk hijau dan cibiuk merah, sambal peuncok kacang panjang dan peuncok leunca yang menggiurkan, serta sambal ceurik yang ekstra pedas.
Masih ada sambal goreng, sambal mangga, dan seterusnya. Berjenis-jenis sambal boleh diambil sepuasnya di saung yang kami juluki "lapak sambal".
Tatkala hidangan tiba di atas meja, santap siang kami dimulai. Lalap dan sambal tentu saya santap duluan. Barulah saya mengerti mengapa sampai disebut sambal asli, memang khas. Walau pedas, tetapi cita rasa pedasnya ini tidak meninggalkan panas dalam mulut dan perut kemudian.
Menurut keterangan pelayan rumah makan, sambal yang bercikal bakal di Kecamatan Cibiuk (21 kilometer ditempuh dari Garut) ini berbeda dengan sambal-sambal lainnya karena dibuat dari bahan serta bumbu-bumbu pilihan.
Aneka tumisan —ini favorit saya— seperti tumis genjer, tauge jambal roti, kiciwis, serta kangkung oncom bisa dipertimbangkan pula untuk lauk sampingan. Untuk menutup, es durian khas Cibiuk menjadi opsi sempurna.
Seiring senja hari turun, boleh juga memesan bajigur panas di bapak penjaja bajigur dengan gerobaknya. Minum bajigur sambil memandangi panorama kaki Gunung Papandayan ke mana belakang restoran menghadap, tambah lagi penataan ruang dalam (interior) yang asri, membuat kami enggan beranjak dari tempat duduk masing-masing.
Nilai sejarah
Dari sebuah warung kecil yang dirintis oleh H. Iyus Ruslan tahun 1999, Sambal Ala Cibiuk merupakan rumah makan yang kini maju pesat dan sudah memiliki cabang tersebar di berbagai kota, khususnya Provinsi Jawa Barat.
Segi sejarah sambal Cibiuk sendiri juga unik. Sebab, berkaitan dengan warisan penyebaran Islam di Garut. Ialah Syekh Jafar Sidik, atau dikenal dengan nama gelar Sunan Haruman, seorang tokoh penyebaran Islam di Garut pada abad 18.
Syekh satu ini senantiasa menjamu tamunya, yang pada waktu itu datang untuk mendapatkan pengajaran agama di rumahnya. Ia kabarnya ahli dalam mengolah bahan makanan. Konon yang pertama menghidangkan sambal segar yaitu salah satu putri Sunan Haruman, bernama Nyimas Ayu Fatimah.
Peranan Sunan Haruman dalam mewariskan tradisi kuliner di Garut —persisnya daerah Cibiuk yang saat ini sudah menjadi wilayah kecamatan, terus diingat dan dilestarikan masyarakat Sunda Garut dewasa ini.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR