Sedang dikaji kemungkinan materi tentang Orang Rimba bisa masuk sebagai bahan ajar tahun 2014 bagi siswa SD dan SMP di Jambi.
Pemahaman akan Orang Rimba dan kebudayaannya perlu diperkuat. Materi diusulkan guru dan pendidik relawan yang mendampingi masyarakat Rimba di sekitar Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD).
Eny Suhartati, Sekretaris Dinas Pendidikan Jambi, Jumat (27/12) mengatakan, peradaban Orang Rimba sudah mendunia. Banyak peneliti dan mahasiswa yang datang ke TNBD untuk mempelajari kehidupan Orang Rimba di pedalaman. Saat dunia berusaha mempelajari budaya Orang Rimba ini, warga Jambi malah banyak yang belum kenal.
“Ini kekayaan yang belum cukup dimengerti masyarakat kita,” ujarnya. Bahan ajar mungkin akan dimasukkan sebagai muatan lokal.
Aktivis Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, Ade Chandra, mengatakan buku Bahan Ajar Orang Rimba dan Kebudayaannya telah terbit bagi siswa SD kelas V. Buku berisi 11 bab itu menjelaskan asal-usul Orang Rimba sampai ruang hidup dan sumber penghidupannya.
Serta paparan tentang rumah, berbagai pantangan, dan tradisi Orang Rimba. Ada pula materi tentang berbahasa Rimba.
Kepala Seksi Bina Suku Anak Dalam-Dinas Pendidikan Kabupaten Sarolangun, Lasdi mengatakan, meski wilayahnya dihuni sekitar 2.500 Orang Rimba, belum ada sedikit pun materi tentang budaya mereka yang diajarkan ke siswa di Sarolangun.
Akibatnya, kerap muncul salah pemahaman orang luar terhadap Orang Rimba—yang umumnya dikenal jorok, bau, pemalas, dan pemahaman negatif lainnya.
Pihaknya juga berencana meningkatkan tingkat pendidikan Orang Rimba, salah satunya dengan memberikan bantuan bahan makanan, misalnya beras, bagi keluarga yang mengizinkan anak bersekolah. “Sekolah bagi anak-anak Rimba gratis SD hingga SMP,” lanjutnya.
Bantuan makanan dibutuhkan keluarga Rimba. Ini mengingat banyaknya anak Rimba tidak bersekolah karena harus membantu orangtua berburu atau berladang. Di Sarolangun, Orang Rimba yang telah mengenyam pendidikan formal adalah sebanyak 216 siswa SD dan 40 siswa SMP.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR