Data Kementerian Kesehatan menunjukkan 23,7 persen anak Aceh mengalami gizi buruk dan kurang gizi, dan hampir setengah kematian bayi disebabkan karena gizi buruk, menurut seorang pejabat setempat pada akhir pekan.
Kepala Seksi Kesehatan Ibu Anak dan Gizi Dinas Kesehatan Aceh, Sulasmi menyebutkan, kematian bayi di Aceh diakibatkan kekurangan gizi, baik ketika janin masih berada di dalam kandungan atau pun usia bayi masih di bawah satu tahun. Dilaporkan angka kematian bayi mencapai 1.034 pada 2013, naik sekitar 5 persen dibandingkan angka pada 2012 yang berjumlah 985 bayi.
Menurut Sulasmi, lebih 45 persen bayi meninggal karena kekurangan gizi.
Tingginya angka kematian bayi dan anak dengan gizi buruk ini mendorong Badan PBB untuk dana anak-anak, UNICEF, untuk mengadakan lokakarya pada akhir pekan lalu (28-29/12) untuk memperbaiki pertumbuhan fisik anak-anak.
Konsultan Senior UNICEF , Syafiq Basri Assegaf mengatakan, kecukupan gizi sangat mempengaruhi kehidupan bayi dan anak-anak di bawah usia lima tahun.
“Kurang lebih empat dari sepuluh anak-anak kita ini pertumbuhnnya kurang, tingginya kurang dan itu berefek kepada kesehatan, gampang sakit dan kecerdasannya kurang,” ujarnya.
Pakar mengatakan, anak-anak dengan ganggguan pertumbuhan fisik (stunting) menyebabkan tubuh mereka lebih pendek dan tidak sesuai dengan usia si anak.
Data Kementerian Kesehatan RI 2010 menunjukkan 38,9 persen anak Aceh mengalami gangguan pertumbuhan fisik, sehingga mempengaruhi kemampuan daya saing anak, kecerdasan, produktivitas, dan rendahnya kemampuan motorik anak.
Pihak Dinas Kesehatan di Aceh berupaya menekan angka anak yang mengalami gizi buruk pada 2015 , berada di bawah 15 persen, sesuai dengan target pembangunan millennium, The Millennium Development Goals (MDGs).
Raihal Fajri dari Katahati Institut, organisasi lokal mitra UNICEF, mengatakan hasil lokakarya diharapkan menghasilkan beberapa rekomendasi penting untuk pemerintah daerah terkait perbaikan pertumbuhan fisik anak-anak di Aceh.
Sementara itu, pengurus Fatayat Nahdlatul Ulam (NU) Aceh, Yunidar Arifin, yang mengikuti lokakarya mengatakan program pemerintah terkadang hanya sebatas lokakarga dan seminar tapi tidak menyentuh masyarakat.
“Program perbaikan pertumbuhan fisik anak ini belum berhasil, salah satunya karena pemahaman kaum ibu yang kurang dan bapak-bapaknya tidk mau tahu, termasuk suami tidak mendampingi dan mengingatkan istri,” ujarnya, sambil menambahkan bahwa kemitraan petugas pemerintah dengan LSM perlu lebih diperkuat.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR