Hal semacam ini dapat dilihat dalam kasus Aneyoshi, sebuah desa kecil di Prefektur Iwate, Honshu. Di Aneyoshi, sebuah batu tsunami didirikan setelah wilayah tersebut dihancurkan oleh dua tsunami. Tsunami pertama melanda desa pada tahun 1896, hanya menyisakan dua orang yang selamat. Setelah itu hanya empat penduduk desa yang tersisa setelah desa tersebut dihancurkan oleh yang kedua pada tahun 1933.
Prasasti pada batu tsunami di Aneyoshi berbunyi sebagai berikut, "Tempat tinggal yang tinggi adalah kedamaian dan keharmonisan keturunan kita. Ingat bencana tsunami besar. Jangan membangun rumah di bawah titik ini." Batu ini unik karena merupakan satu-satunya yang secara khusus memberi tahu para pembacanya di mana mereka sebaiknya membangun rumah mereka.
Penduduk desa Aneyoshi, yang menghormati leluhur mereka dan mematuhi perintah mereka, diselamatkan ketika Jepang dihancurkan oleh gempa bumi dan tsunami Tōhoku 2011. Setelah tsunami tahun 1933, penduduk desa memindahkan rumah mereka secara permanen ke atas bukit, dan batu itu ditempatkan sebagai penanda peringatan.
Baca Juga: Kerangka Berusia Seribu Tahun Representasikan Korban Tsunami Tanzania
Keturunan penduduk desa ini diselamatkan oleh batu tersebut ketika tsunami melanda pada tahun 1960, dan sekali lagi pada tahun 2011. Faktanya, gelombang tsunami 2011 berhenti hanya sekitar 90 meter di bawah batu peringatan ini.
Meskipun mungkin tampak seperti sisa-sisa zaman dahulu, batu-batu tsunami nyatanya mampu menyelamatkan orang-orang yang mengindahkan peringatan mereka. Sebagai perbandingan, tembok laut modern yang dibangun oleh pemerintah tidak memberikan perlindungan yang memadai bagi masyarakat yang tinggal di pantai.
Dengan demikian, upaya memitigasi kehancuran akibat bencana alam seperti tsunami di masa depan tampaknya harus memadukan kearifan lokal dari masa lalu dan teknologi modern terkini.
Source | : | ancient origins |
Penulis | : | 1 |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR