One Billion Rising (OBR) kembali menyuarakan kepada semua orang agar bangkit: berhenti bersikap tidak peduli serta menolak segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Ini diungkap dalam rilis OBR Indonesia, hari ini, Kamis (13/2).
Setelah pada 14 Februari tahun lalu, seruan itu dilakukan bersama jutaan orang di 207 negara, oleh tim OBR Indonesia pada 14 Februari 2014 ini, kembali pernyataan sikap diadakan melalui aksi menari bersama (mob dance) di Taman Monas, pukul 14.00-17.00 WIB. Tujuannya membangun solidaritas dan menyampaikan: "Kamu tidak sendiri. Sebab kami berdiri bersamamu untuk memperjuangkan keadilan bagimu dan bagi semua korban kekerasan."
One Billion Rising adalah panggilan global untuk perempuan, laki-laki, semua manusia dalam kesetaraan untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan.
Isu perkosaan dan kekerasan terhadap perempuan sudah menjadi sebuah krisis global. Terjadi di semua negara di seluruh dunia, menjadi epidemi yang menghancurkan masyarakat tanpa mengenal kalangan.
WHO menyatakan satu dari tiga perempuan di dunia mengalami kekerasan atau pelecehan seksual, dengan mayoritas rentang usia perempuan korban di ranah personal adalah 25 – 40 tahun.
Ironisnya, dari 2.521 kasus kekerasan seksual di Indonesia, usia mayoritas korban adalah antara usia 13 – 18 tahun. Komnas Perempuan menyatakan, setiap hari di Indonesia ada 35 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual, ini artinya setiap dua jam sekali ada tiga perempuan menjadi korban kekerasan seksual.
Indonesia turut bergabung dalam gerakan global One Billion Rising yang merupakan inisiatif Eve Ensler di 2013. Tahun 2013, lebih dari 200 negara terlibat dalam One Billion Rising yang diselenggarakan secara serempak pada tanggal 14 Febuari 2013. Dan Indonesia sendiri berhasil menyelenggarakan One Billion Rising di 11 kota secara independen.
Di tahun 2014 ini, One Billion Rising global mengambil tema Rise For Justice. Keadilan (justice) sebagai pusat dari ruh gerakan One Billion Rising bisa mewujud dalam bentuk apa saja. Bisa berbentuk permintaan maaf atau reparasi (ganti rugi) bagi korban melalui langkah hukum. Bisa mewujud dalam pengungkapan kebenaran. Bisa berupa tuntutan hukum bagi pelaku, atau mendorong perubahan, atau mengimplementasikan kebijakan atau undang-undang yang memastikan perlindungan atas hak-hak perempuan.
Di Indonesia, One Billion Rising for Justice akan berfokus pada keadilan bagi korban kekerasan. Sebab hingga saat ini, korban belum mendapatkan keadilan dari hukum dan penegak hukum, bahkan dari masyarakat.
Korban masih kerap mendapatkan perlakuan tidak adil atau buruk dari para penegak hukum ketika melapor —bahkan mendapat stigma sosial serta social blaming. Sedangkan di sisi lain, mayoritas pelaku mendapatkan hukuman yang tidak setimpal dan bahkan menerima impunitas.
Data pengaduan 2011 hingga Juni 2013 menunjukkan bahwa 60 persen korban kekerasan dalam rumah tangga justru mengalami kriminalisasi. Sistem pelaporan dan perlindungan terhadap korban yang tidak berpihak terhadap korban dalam praktik hukum di Indonesia, stigma dan paradigma sosial yang menyalahkan korban kekerasan terutama kekerasan seksual, serta problem-problem psikologis lainnya mengakibatkan para korban memilih bungkam dan tidak melaporkan kasus kekerasan yang menimpa mereka.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR