Nationalgeographic.co.id—Baru-baru ini seorang anak laki-laki di India meninggal akibat terinfeksi virus Nipah. Para pejabat di India selatan kini sedang bekerja untuk membendung potensi wabah virus mematikan tersebut.
Sebelumnya bocah berusia 12 tahun yang menjadi korban virus Nipah itu sempat dirawat di rumah sakit di Kozhikode, sebuah kota di negara bagian Kerala, India. Bocah itu mengalami gejala demam dan radang otak, menurut NPR. Dia kemudian didiagnosis terinfeksi virus Nipah dan meninggal pada 5 September 2021.
Setelah kematian warga India yang masih belia tersebut, para pejabat bergegas untuk mengidentifikasi dan mengisolasi orang-orang yang telah melakukan kontak dekat dengan bocah itu. Pada 6 September, para pejabat telah mengidentifikasi 188 kontak, 20 di antaranya dianggap kontak dekat dan ditempatkan di bawah karantina atau sedang dipantau di rumah sakit, menurut CBS News. Pada 7 September, delapan kontak dekat telah dinyatakan negatif virus tersebut.
Namun, setidaknya dua petugas kesehatan yang melakukan kontak dengan bocah itu mulai menunjukkan gejala infeksi virus Nipah dan dirawat di rumah sakit sambil menunggu hasil tes untuk mengkonfirmasi infeksi, lapor CBS News. Para pejabat juga menutup area dalam radius 3,2 kilometer dari rumah bocah itu untuk menyelidiki potensi wabah tersebut.
Virus Nipah secara alami ditemukan pada kelelawar buah dari genus Pteropus dan dapat melompat ke hewan lain, termasuk manusia, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC). Virus ini dapat menyebabkan pembengkakan otak yang dikenal sebagai ensefalitis, dan gejalanya dapat berupa demam dan sakit kepala, diikuti dengan kantuk, disorientasi, dan kebingungan. Orang-orang yang terinfeksi virus ini dapat mengalami koma dalam waktu 48 jam setelah menunjukkan gejala, menurut CDC.
Virus Nipah sangatlah mematikan, dengan tingkat kematian hingga 75%, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Itu jauh lebih tinggi daripada tingkat kematian untuk COVID-19, yang diperkirakan sekitar 2% secara keseluruhan jika dilihat dari data kasus dan kematian sejak awal pandemi, sebagaimana dilansir Live Science.
Baca Juga: Cara Cegah Infeksi Virus Nipah yang Berpotensi Jadi Pandemi Berikutnya
Namun begitu, virus Nipah jauh lebih tidak menular daripada virus corona yang menyebabkan COVID-19. Sebagai contoh, varian delta virus corona diperkirakan memiliki nomor reproduksi dasar, atau R0 (diucapkan R naught), sekitar 7, yang berarti bahwa setiap orang yang terinfeksi menyebarkan virus ke rata-rata tujuh orang lainnya, menurut NPR. Sebaliknya, R0 untuk virus Nipah diperkirakan sekitar 0,5, menurut Johns Hopkins Center for Health Security.
Virus Nipah pertama kali ditemukan pada tahun 1999 ketika menyebabkan wabah penyakit di Malaysia dan Singapura hingga menewaskan lebih dari 100 orang, menurut CDC. Wabah virus Nipah di Malaysia dan Singapura kala itu diyakini terkait dengan peternakan babi. Sejak itu, virus ini sempat menyebabkan wabah juga di Banglades dan India.
Kerala sebelumnya sempat mengalami wabah virus Nipah pada 2018, yang menewaskan 17 orang. Kasus infeksi virus Nipah kali ini muncul ketika Kerala juga berurusan dengan tingkat kasus COVID-19 yang tinggi. Dalam beberapa pekan terakhir, negara bagian India tersebut telah melaporkan jumlah kasus COVID-19 baru tertinggi per hari dari semua negara bagian lain di India, sebagaimana dilaporkan NPR.
Baca Juga: Ancaman Virus Nipah Akibat Rusaknya Habitat Kelelawar di Asia
Belum diketahui dari mana asal virus Nipah yang menginfeksi bocah India itu. Namun berkaca dari wabah-wabah sebelumnya, di Malaysia dan Singapura kasus infeksi virus Nipah ditemukan menular dari babi ke manusia. Adapun di Banglades dan India, kasus infeksi virus Nipah ditemukan menular dari kelelawar pemakan buah ke manusia, dari makanan yang tercemar air liur atau urine kelelawar ke manusia, dan dari manusia ke manusia.
Wabah virus Nipah juga berpotensi besar masuk ke wilayah Indonesia. Sebab, jejak-jejak virus Nipah juga pernah ditemukan di wilayah Indonesia, sebagaimana yang dijelaskan oleh Indrawati Sendow, peneliti Balai Besar Penelitian Veteriner (BBALitvet) Kementerian Pertanian, beberapa waktu lalu.
Kepala Pusat Penelitian Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Kementerian Kesehatan, Vivi Setyawati, juga pernah menekankan pentingnya kewaspadaan kita, masyarakat Indonesia, terhadap potensi ancaman wabah virus Nipah.
“Saat ini belum ada laporan kasus terkait infeksi virus Nipah pada manusia di Indonesia. Tapi kita tetap harus waspada (karena) Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia sehingga memiliki kategori risiko tinggi atas potensi terjadinya KLB (kejadian luar biasa) infeksi virus Nipah. Risiko juga meningkat karena terdapat banyak kelelawar (di Indonesia) sebagai sumber penularan virus Nipah,” tegas Vivi.
Source | : | CBS News,NPR,Live Science |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR