Sejak bulan lalu, Neil deGrasse Tyson membuka lapis demi lapis rahasia alam dan kehidupan yang melibatkan kita manusia, di dalamnya.
Film seri dokumenter Cosmos yang pernah dibawakan Carl Sagan untuk menghidupkan bukunya—yang berjudul sama—lahir kembali.
Tyson, astrofisikawan yang kini Direktur Hayden Planetarium, New York, bertutur tentang berbagai realitas yang membentang di cakrawala. Dalam satu episode, Cosmos mengungkap tentang sejarah lahirnya alam semesta.
Teori evolusi Darwin tak lagi dituturkan dengan bahasa asing. Tyson menyingkap bagaimana evolusi terjadi tidak semata-mata alamiah, tetapi juga karena perkembangan peradaban manusia yang beradaptasi terhadap alamnya.
Bagaimana dari makhluk sel satu kemudian kehidupan menjadi demikian beragam dan berwarna? Bagaimana terjadinya pohon kehidupan yang demikian besar dengan berjuta cabang jenis makhluk hidup? Kerumitan teori evolusi ternyata bisa diurai menjadi sebuah pengetahuan sederhana dengan indah.
Melalui Cosmos, Tyson juga menggedor ambang kesombongan kaum intelektual. Semua pengetahuan diterima sebagai kebenaran. "Padahal salah," katanya.
Dia pun bertutur tentang semesta yang mengalami bencana besar di akhir era Permian sehingga punahlah hewan di laut yang dia sebut trilobit. Sementara ada makhluk tardigrade—berukuran demikian kecil, bisa ditemukan pada babi—yang begitu perkasa. Tardigrade mampu hidup dalam kondisi ekstrem.
(Bacalah: Bagaimana Kepunahan di Periode Permian Dijelaskan?)
Alam semesta bukan lagi semesta yang kita lihat sejauh mata dan teleskop bisa menjangkaunya. Alam semesta dijelaskan sebagai sebuah entitas yang tak berbatas: ke luar dan ke dalam.
Setiap makhluk adalah suatu kosmos. Bahkan setiap sel merupakan kosmos pada dirinya. Sebuah jagat raya.
Seperti kata Carl Sagan, "Di dalamnya, tertata dalam sebuah galaksi lokal dan dalam struktur yang lebih kecil, terdapat jumlah yang luar biasa besar, berukuran lebih kecil daripada partikel elementer, yang pada dirinya adalah alam semesta pada tingkatan berbed dan seterusnya tak berujung—sebuah regresi menurun yang tak terbatas. Alam semesta di dalam alam semesta."
Ketika pengembaraan terus berlangsung, kita akan menemukan bahwa sains seperti kotak yang dibuka dan di dalamnya ada kotak lagi, lagi, lagi. Ketika kita berusaha menyingkap kapan semesta bermual, ketika itulah ruang-waktu kita mulai beralih: dari fisik ke spiritual.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR