Meningkatnya asam lambung yang menahun bisa menimbulkan kanker kerongkongan jika tidak diterapi untuk menekan asam lambung. Karena itu, penderita gangguan lambung perlu segera berobat dan menjalani pola hidup sehat, termasuk mengurangi konsumsi makanan berlemak.
”Jika tidak diobati, asam lambung yang naik bisa menyebar, masuk ke organ lain, seperti paru-paru, sehingga mengakibatkan asma, batuk berkepanjangan, suara serak, dan sinusitis. Yang paling fatal, bisa memicu kanker,” kata dokter ahli gastroenterologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam, Jumat (16/5), di Jakarta.
Menurut Ari, gejala gangguan lambung gastroesophageal reflux disease (GERD) sering kali tak dikenali penderita. Gejala penyakit itu umumnya ditandai munculnya rasa panas seperti terbakar di belakang tulang dada, rasa pahit atau asam di mulut karena naiknya asam lambung ke kerongkongan, nyeri di dada. Akibatnya, mutu hidup menurun.
Naiknya asam lambung ke kerongkongan bisa menyebabkan peradangan (esofagitis) di kerongkongan (esofagus). Paparan asam yang terjadi terus-menerus akan menyebabkan perubahan lapisan sel esofagus. Jika tidak diterapi, hal ini bisa menimbulkan kanker kerongkongan.
Menurut Ari, GERD terjadi karena klep antara lambung dan kerongkongan tak berfungsi normal. Akibatnya, asam lambung yang seharusnya berada di lambung bisa naik ke kerongkongan, bahkan mulut. Seusia 20-40 tahun berisiko terkena GERD karena stres akibat beban kerja tinggi dan gaya hidup tak sehat, seperti kebiasaan merokok, mengonsumsi alkohol, dan kopi.
Makanan berlemak, seperti coklat, keju, dan daging merah, menyebabkan pengosongan lambung lebih lambat. Normalnya, makanan dicerna dalam 6 jam. Selain itu, perlu membiasakan tak langsung tidur setelah makan, minimal dua jam.
Gangguan lambung itu jadi salah satu topik pembahasan dalam Expo Kesehatan Perempuan pada 14-15 Juni 2014. ”Itu kesempatan berbagi informasi pada masyarakat,” kata Rini Sekartini, Ketua Panitia Pelaksana Expo Kesehatan Perempuan.
Kala Terbunuhnya De Bordes oleh Depresi, Jadi 'Sejarah Kecil' di Hindia Belanda
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR