2014 adalah tahun yang istimewa bagi Bangsa Indonesia. Di tahun ini, rakyat Indonesia akan memilih presiden baru. Momentum ini juga yang dijadikan ancang-ancang oleh Panitia ART|JOG dalam memilih tema, pascapenyelenggaraan ART|JOG|13 tahun kemarin.
Mengambil tema Legacies of Power, ART|JOG|14 diselenggarakan 7-22 Juni 2014, bertempat di Taman Budaya Yogyakarta/TBY, Jalan Sriwedani 1. Pada malam pembukaan, Kartika Soekarno memberikan pidato yang menandai dibukanya secara resmi ART|JOG|14.
Ribuan manusia hadir memadati malam pembukaan. Sehari sebelum pembukaan, ratusan orang sudah datang di private preview mulai 13.00 hingga 21.00 WIB. Private preview diperuntukkan bagi wartawan aneka media, sponsor dan pendukung acara, serta para pemangku kepentingan terdekat ART|JOG, yakni: kolektor, pemilik galeri, pengelola museum, dan lain sebagainya.
ART|JOG adalah bursa senirupa kontemporer yang unik apabila disejajarkan dengan bursa senirupa (art fair) internasional lainnya. Ia menjadi unik karena ART|JOG adalah art fair-nya para seniman dengan melibatkan mereka secara langsung untuk menghadirkan karya senirupa kontemporer berkualitas dari beragam medium.
Seniman yang dipilih sebagai Commision Work-lah yang akan menjadi ujung tombak tampilan ART|JOG setiap tahunnya, karena karya si seniman ini yang akan merespon facade gedung TBY sebagai venue acara.
Ialah seniman Samsul Arifin yang ditunjuk penyelenggara ART|JOG sebagai commisioned artist tahun 2014 ini. Karyanya berjudul “Kabinet Goni”. Ia memasang boneka berbahan goni sejumlah kurang lebih 100 buah, yang disusun berjajar dan bertingkat di undak-undakan menyerupai barisan kabinet di depan istana.
Tim Artistik ART|JOG|14 di bawah arahan Heri Pemad—sebagai Direktur Artistik—memanfaatkan bentuk atap gedung Taman Budaya Yogyakarta yang sudah menyerupai gedung istana negara. Menyulap gedung solid ini menjadi sebuah lokasi penyelenggaraan art fair bukanlah hal sederhana. "Tantangan terbesar adalah untuk menjawab kebutuhan display karya berupa karya instalasi yang membutuhkan ruang khusus, yang tidak tercampur dengan karya lain," ujar Heri Pemad, CEO dan Direktur Artistik ART|JOG.
Di H-1 pembukaan, saya sempat menjumpai Samsul Arifin di Sekretariat Panitia. “Karya ini adalah kritik dan ekspresi kekecewaan saya atas perilaku dan etos kerja anggota kabinet Indonesia, korupsi yang merajalela dari pejabat dan aparatur negara, penyelewengan aset negara, dan lain sebagainya,” ujarnya.
“Saya menampilkan Kabinet Goni dengan pose yang tidak tertata, ada yang duduk, menjungkir, tidur-tiduran, yang pada prinsipnya tidak pantas menjadi figur panutan. Mereka tidak bertelinga, namun memiliki mulut yang merepresentasikan aneka hewan. Mata mereka semua terbelalak. Melalui ekspresi ini, saya ingin menyatakan bahwa anggota Kabinet Indonesia telah melihat banyak persoalan di negeri ini. Bukannya mendengar, mencoba memahami dan menawarkan pemecahan persoalan, mereka malahan memanfaatkan kondisi ini untuk memperkaya diri mereka sendiri.”
Menyiasati tema spesifik
Sejak beberapa tahun terakhir, ART|JOG mengusung tema spesifik yang kemudian dijadikan pijakan dan kerangka kerja dalam memilih karya-karya seniman dan merancang program-program pendukung. Tim ART|JOG mendapati tema yang kali ini cukup alot dicerna oleh kebanyakan seniman yang mengajukan aplikasi.
Kurator ART|JOG|14, Bambang ‘Toko’ Witjaksono menuturkan, “Dari sekian aplikasi yang masuk untuk bagian Art Fair, kami terpaksa harus mengeliminasi banyak aplikasi yang masuk. Mereka mengajukan representasi visual yang standar atau terlampau to-the-point, misalnya menggambarkan wajah-wajah calon-calon presiden 2014, mantan-mantan presiden yang pernah memerintah Indonesia, hingga mundur ke masa kerajaan Nusantara, misalnya Patih Gadjah Mada. Jika representasi visual tersebut hanya muncul sebagai gambar tanpa inovasi baru, maka kami harus mengeliminasinya.
Ada juga proses elaborasi yang terjadi antara panitia dengan proposal seniman [dengan gagasan] yang menarik, tetapi lemah di visualisasi. Mungkin karena si seniman tidak membayangkan bagaimana karya akan ditampilkan dan dipresentasikan. Dalam kasus seperti ini, kami berperan sebagai pendamping seniman.”
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR