Nationalgeographic.co.id—Kematian dan kehidupan setelahnya menjadi salah satu obsesi bangsa Mesir Kuno. Selama era Pra-Dinasti dan Dinasti Awal Mesir, ada beberapa bukti pengorbanan manusia untuk tujuan pemakaman sang Firaun. Para pelayan dikuburkan bersama tuannya agar dapat terus melayani mereka bahkan sampai ke alam baka.
Praktik ini kemudian dihentikan karena dirasa sia-sia mengorbankan manusia. Alih-alih mengorbankan pelayan mereka, keberadaan pelayan di alam baka pun dilakukan secara simbolis. Misalnya pada lukisan dan relief makam.
Lukisan pun berkembang menjadi penggunaan patung-patung sebagai simbol pelayan. Ini dikenal dengan sebutan shabti.
Shabti merupakan patung pemakaman yang digunakan oleh orang Mesir kuno sebagai simbol pelayan. Patung-patung ini ditempatkan di dalam makam di antara bekal kubur. Berukuran sekitar 5-30 cm, hanya pelayan khusus yang berukuran lebih besar.
Beberapa shabti paling awal yang diketahui ditemukan di kompleks pemakaman Nebhepetre Mentuhotep II. Ia adalah penguasa Dinasti Kesebelas yang dianggap sebagai firaun pertama Kerajaan Tengah di Deir el-Bahri, Thebes.
Di makam tersebut ditemukan patung-patung berbentuk manusia dan terbuat dari lumpur atau lilin. Mereka kemudian dibungkus dengan kain linen dan disimpan di peti mati, seolah-olah mereka adalah mumi asli.
Shabti dilengkapi dengan perlengkapan kecil yang akan membantu menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan pada mereka di akhirat. Seperti keranjang dan cangkul. Dari alat-alat mini ini, kita dapat menyimpulkan bahwa para shabti seharusnya melakukan pekerjaan pertanian untuk tuan mereka di akhirat.
Baca Juga: Misteri Wajah Tiga Mumi Mesir Kuno Terungkap Berkat Analisis DNA
Selain itu, pekerjaan lain yang dilakukan oleh para shabti misalnya memasak, membantu tuannya, atau pertukangan. Shabti ditorehkan dengan mantra sihir, yang juga dikenal sebagai formula shabti. Inilah yang menentukan fungsi dari masing-masing patung dan akan menghidupkan mereka di alam baka.
Arti dari istilah 'shabti' masih menjadi perdebatan. Namun salah satu terjemahan yang mungkin adalah 'penjawab'. Ini karena para shabti diyakini akan menjawab panggilan tuannya untuk bekerja di akhirat.
Bahan yang digunakan untuk membuat shabti juga berubah seiring berjalannya waktu. Patung-patung awal terbuat dari lumpur atau lilin. Tetapi selama berabad-abad, bahan yang lebih tahan lama digunakan untuk membuat shabti.
Di era Kerajaan Tengah, misalnya, shabti sering dibuat dari batu, sedangkan keramik menjadi bahan umum selama Kerajaan Baru. Bahan lain yang digunakan untuk membuat para pelayan kecil ini termasuk kayu dan terakota.
Baca Juga: Sulap Pertama di Bumi Pada Zaman Mesir Kuno Berusia 4.700 Tahun
Selain itu, jumlah shabti yang menyertai orang mati juga bervariasi menurut periode waktu. Selama dinasti ke-18, orang mati biasanya ditemani oleh masing-masing satu shabti. Jumlah ini bertambah menjadi beberapa pada dinasti berikutnya.
Pada saat Periode Menengah Ketiga, orang mati dikuburkan dengan sebanyak 360 shabti. Selanjutnya, pada awal periode ini, ada juga jenis shabti khusus, yang dikenal sebagai shabti 'pengawas'. Patung-patung ini digambarkan dengan satu tangan ke samping dan tangan lainnya memegang cambuk.
Karena shabti pengawas masing-masing bertanggung jawab atas 10 shabti, pemakaman dengan 360 shabti biasa akan memiliki 36 pengawas. Kemudian, selama Periode Akhir, orang mati terus dikuburkan dengan sejumlah besar shabti. Namun seiring dengan berjalannya waktu, penggunaan shabti pengawas mulai menghilang.
Patung shabti adalah salah satu benda paling umum peninggalan bangsa Mesir Kuno yang dapat dinikmati sampai saat ini. Karena ukurannya yang kecil dan bobotnya yang ringan, shabti sering dijadikan buah tangan para pelancong.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR