Banyak revolusi di dunia ini memiliki nama unik yang mudah diingat misalnya Revolusi Anyelir (1974) di Portugal atau Revolusi Oranye di Ukraina (2004).
Aksi protes warga Hong Kong yang masih terus berlangsung menggunakan simbol payung. Nama Revolusi Payung dipopulerkan media sosial setelah foto para pengunjuk rasa menggunakan payung mereka untuk menahan tembakan gas air mata dan semprotan merica yang dilepaskan polisi.
Lalu mengapa para demonstran prodemokrasi menggunakan payung dalam aksinya? Sebenarnya penggunaan payung dalam aksi unjuk rasa ini bukanlah hal yang direncanakan.
Payung sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari warga kota bekas koloni Inggris itu, terutama untuk melindungi diri di saat panas menyengat datang. Selain itu, para pengunjung rasa memang sengaja membawa payung karena biasanya Hong Kong dalam bulan Juni hingga September kerap diguyur hujan deras.
Adaptasi penggunaan payung dari sebuah alat untuk melindungi diri dari hujan dan panas hingga menjadi alat perlindungan dari represi polisi dengan cepat menjadi simbol revolusi Hong Kong
"Payung menjadi sebuah simbol yang indah, yang saya kira, muncul ketika payung itu digunakan untuk menahan serangan gas air mata dan semprotan merica," kata Jeff Wasserton, seorang guru besar Universitas Irvine yang meneliti berbagai protes di China.
Sementara itu, Ho-Fung Hung, seorang pakar sosiologi dan pakar Cina kontemporer dari Universitas John Hopkins, payung sebenarnya sudah digunakan sebagai pelindung para pengunjuk rasa secara sporadis.
"Namun mengingat skala protes kali ini yang sangat besar, pemimpin aksi sudah memperkirakan respon hebat dari polisi sehingga mereka jauh lebih siap," ujar Hung.
"Polisi cukup sering menggunakan semprotan merica untuk mengendalikan massa. Namun, aksi ini sangat terorganisasi jadi mereka sudah bersiap. Sehingga Anda bisa melihat lautan payung di garis depan unjuk rasa," lanjut Hung.
Selain itu, lanjut Hung, payung dianggap sangat efektif untuk mengurangi efek semprotan merica. Namun, payung tak bisa berbuat apa-apa jika menghadapi gas air mata.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR