Mesin tik muncul sebatas konsep pada 1714. Alat ini terus berkembang dan berganti bentuk, hingga pada pertengahan 1868, Christopher Latham Sholes mendapatkan hak paten untuk mesinnya yang menjadi cikal bakal mesin tik modern. Mulanya, susunan huruf pada keyboard sesuai dengan urutan alfabet, yang tersusun dalam dua deret.
Walaupun hal ini nampak masuk akal, namun saat menekan tombol huruf yang berdekatan dan sering digunakan dalam bahasa inggris seperti T dan H, pencetak hurufnya kadang bertabrakan dan membuat mesin macet.
Berkolaborasi dengan pakar pendidikan bernama Amos Densmore, Sholes mengatur kembali posisi huruf yang sering digunakan dalam bahasa inggris. Pada 1872, muncullah susunan huruf QWERTY pada mesin tik.
Walaupun pada awalnya pengguna lebih sulit menemukan huruf yang mereka cari, namun saat mereka telah menguasai mesin tersebut, pengetikan dapat dilakukan lebih cepat karena tak ada tabrakan tuas pencetak huruf.
Pada awal 1930-an, seorang profesor dari Washington State University bernama August Dvorak menciptakan keyboard yang menurutnya lebih mudah lagi digunakan. Ia mendesain agar huruf-huruf vokal dan lima konsonan yang sering digunakan dalam bahasa inggris, disusun dalam satu baris, yaitu AOEUIDHTNS.
Penelitian yang dilakukan oleh US General Service Administration pada 1953 mengungkapkan bahwa para pengetik berpengalaman bisa mengetik dalam kecepatan yang kurang lebih sama, menggunakan keyboard baik dengan susunan QWERTY maupun AOEUIDHTNS tersebut.
Kesimpulannya, kecepatan pengetikan bukanlah tergantung pada susunan huruf baru yang dinilai lebih efisien, namun pada keterampilan pengetik.
Akhirnya mesin tik dengan susunan huruf QWERTY terus digunakan, karena pengguna sudah terbiasa menggunakan susunan ini alih-alih susunan AOEUIDHTNS yang baru, dan tentunya butuh waktu lagi untuk dikuasai. Susunan QWERTY pun masih tetap bertahan dalam keyboard yang kita gunakan, hingga kini.
Penulis | : | |
Editor | : | Yoga Hastyadi Widiartanto |
KOMENTAR