"Data-data hasil pengamatan akan menjadi penguat analisis bagi tindakan konservasi yang akan dilakukan pihak-pihak terkait."
Sementara, pengamat burung Ahmad Baihaqi, yang menjabat Staff Education & Outreach di Yayasan KEHATI menjabarkan, ketiga jenis burung yang ditemukan antara lain Burung Sikep Madu (Pernis ptilorhynchus) berjumlah 16 ekor, sekitar 100 ekor Elang Alap Cina (Accipiter soloensis), dan Elang Alap Jepang (Accipiter gularis) berjumlah empat ekor.
"Mereka bermigrasi, [dan] singgah ke Indonesia, karena di tempat asalnya bercuaca dingin. Mereka menuju ke selatan, ke tempat dimana matahari lebih bersinar," terang pria yang biasa dipanggil Abay saat dihubungi National Geographic Indonesia, Senin (01/11/2021).
Dia menerangkan kegiatan pengamatan ini adalah yang pertama dilakukan Yayasan KEHATI, sehingga belum bisa dibandingkan hasil pengamatan ini dengan sebelum-sebelumnya. Selain itu perlu data pengamatan yang berlangsung selama sebulan, atau setidaknya setiap pekan di bulan Oktober.
Baca Juga: Kasuari, Burung Terbuas di Dunia Dipelihara Manusia 18.000 Tahun Lalu
Ketiga jenis burung pemangsa itu dalam migrasinya, harus melakukan perjalanan yang menantang maut demi menuju kawasan yang menyediakan sumber makanan yang cukup. Terbang melintasi benua dan jarak ribuan kilometer ini juga membuat mereka harus rela menghadapi cuaca ekstrem, tersesat, dan maut karena perburuan liar.
Beruntungnya, bagi ketiga jenis burung itu, mereka memiliki kemampuan untuk mengetahui kapan untuk pergi dalam mendeteksi perubahan suhu.
Abay menerangkan, posisi mataharilah yang menjadi patokan mereka untuk pergi dari tempat asalnya secara berkelompok dan membentuk huruf 'V'. Dalam satu kawanan migrasi, baik jenis apapun, mereka bisa berbagi peran untuk menghemat energi.
Dalam kawanan itu, mereka bisa bertukar peran apa bila salah satu peran tidak mampu bekinerja dengan baik. Berkelompok dan membentuk formasi ini dinilai cara jitu untuk membuat burung pemangsa lain enggan mengganggu mereka.
Baca Juga: Alasan di Balik Tiruan Suara Manusia yang Sering Dicuitkan Burung Beo
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR