Nationalgeographic.co.id—Selama bulan Oktober kemarin, ada tiga jenis burung pemangsa atau raptor yang bermigrasi melintasi Indonesia. Mereka singgah ke Indonesia dari belahan bumi utara untuk melanjutkan perjalanan jauhnya ke selatan.
Keberadaan mereka berhasil terpantau dalam pengamatan burung Yayasan KEHATI bersama Biodiversity Warriors dan Burung Indonesia, di Bukit Paralayang Puncak, Bogor, pada Sabtu 30 Oktober 2021.
"Pengamatan burung pemangsa ini sangat penting. Selain sebagai penyeimbang populasi satwa lain, mereka juga dapat dijadikan indikator kondisi alam yang menjadi daerah singgahan atau tujuan dari migrasinya," terang Rika Anggraini, Direktur dan Kemitraan Yayasan KEHATI dalam rilisnya.
"Data-data hasil pengamatan akan menjadi penguat analisis bagi tindakan konservasi yang akan dilakukan pihak-pihak terkait."
Sementara, pengamat burung Ahmad Baihaqi, yang menjabat Staff Education & Outreach di Yayasan KEHATI menjabarkan, ketiga jenis burung yang ditemukan antara lain Burung Sikep Madu (Pernis ptilorhynchus) berjumlah 16 ekor, sekitar 100 ekor Elang Alap Cina (Accipiter soloensis), dan Elang Alap Jepang (Accipiter gularis) berjumlah empat ekor.
"Mereka bermigrasi, [dan] singgah ke Indonesia, karena di tempat asalnya bercuaca dingin. Mereka menuju ke selatan, ke tempat dimana matahari lebih bersinar," terang pria yang biasa dipanggil Abay saat dihubungi National Geographic Indonesia, Senin (01/11/2021).
Dia menerangkan kegiatan pengamatan ini adalah yang pertama dilakukan Yayasan KEHATI, sehingga belum bisa dibandingkan hasil pengamatan ini dengan sebelum-sebelumnya. Selain itu perlu data pengamatan yang berlangsung selama sebulan, atau setidaknya setiap pekan di bulan Oktober.
Baca Juga: Kasuari, Burung Terbuas di Dunia Dipelihara Manusia 18.000 Tahun Lalu
Ketiga jenis burung pemangsa itu dalam migrasinya, harus melakukan perjalanan yang menantang maut demi menuju kawasan yang menyediakan sumber makanan yang cukup. Terbang melintasi benua dan jarak ribuan kilometer ini juga membuat mereka harus rela menghadapi cuaca ekstrem, tersesat, dan maut karena perburuan liar.
Beruntungnya, bagi ketiga jenis burung itu, mereka memiliki kemampuan untuk mengetahui kapan untuk pergi dalam mendeteksi perubahan suhu.
Abay menerangkan, posisi mataharilah yang menjadi patokan mereka untuk pergi dari tempat asalnya secara berkelompok dan membentuk huruf 'V'. Dalam satu kawanan migrasi, baik jenis apapun, mereka bisa berbagi peran untuk menghemat energi.
Dalam kawanan itu, mereka bisa bertukar peran apa bila salah satu peran tidak mampu bekinerja dengan baik. Berkelompok dan membentuk formasi ini dinilai cara jitu untuk membuat burung pemangsa lain enggan mengganggu mereka.
Baca Juga: Alasan di Balik Tiruan Suara Manusia yang Sering Dicuitkan Burung Beo
"Sebetulnya butuh penelitian lebih lanjut dengan keberadaan burung migrasi, tetapi tidak dipungkiri dengan masuknya burung migrasi ke teritorial burung lokal ada semacam pengusiran," jelas Abay. "Terutama dengan adanya Burung Sikep Madu Asia yang masuk kawasan teritori Burung Srigunting, pasti mengusir Sikep Madu Asia."
"Tetapi kalau dari jumlah pakan (dalam persaingan sumber daya makanan) mungkin enggak begitu signifikan, karena berbeda dari pakan [Burung] Srigunting".
Ada beberapa lokasi di Indonesia yang menjadi tempat singgah burung migran pemangsa ini, yakni di Pulau Rupat, Pulau Bangka, Minahasa, Gunung Batu Bandung, Gunung Sega di Bali, dan Gunung Ciremai.
Baca Juga: Mengapa Beberapa Burung Kolibri Betina Menyamar Menjadi Jantan?
Tempat yang menjadi persinggahan ini, menurut Abay, "bisa menjadi bio-indicator bagaimana melihat suatu lingkungan berkualitas baik dan memadai." Jika seandainya lingkungan rusak seperti pengalihan fungsi lahan dan pembalakkan liar hutan, akan turut mengancam keberadaan mereka untuk beristirahat dan tidak singgah.
Mereka begitu berperan untuk pengontrol hama dengan memangsa ular dan mamalia kecil seperti tikus, sehingga turut berperan sebagai bio-control. Bila jenis burung ini absen pada suatu daerah yang semestinya disinggahi, Abay berependapat, akan terdapat ketidakseimbangan ekosistem karena salah satu jenis hilang dalam rantai makanan.
"Rencananya kegiatan [pengamatan burung] ini akan dilakukan secara tahunan untuk mengamati terutama burung-burung migran yang memiliki peran penting di ekosistem Indonesia," lanjutnya.
Baca Juga: Mengapa Burung Bangkai Tidak Sakit Perut Setelah Makan Bangkai
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR