James Serpell, profesor Etika dan Kesejahteraan Binatang di University of Pennsylvania, melangkah lebih jauh dan mengatakan masih terdapat keuntungan secara evolusi.
Karena kita spesies yang suka bergaul, katanya, kita selalu berusaha berhubungan dengan pihak lain, termasuk dengan binatang peliharaan.
"Manusia yang kekurangan dukungan masyarakat lebih peka terhadap penyakit dan infeksi," kata Serpell.
Meskipun demikian dia mengakui sulit untuk membuktikannya, dan seperti yang kita saksikan sendiri, hasilnya tidak konsisten.
!break!Kebudayaan juga memainkan peran.
Tidak semua masyarakat memiliki binatang peliharaan seperti yang kita kenal.
Analisis lintas budaya 60 negara menemukan 52 di antaranya memelihara anjing, tetapi binatang dipandang sebagai teman atau peliharaan hanya pada 22 negara.
Sejumlah kebudayaan yang memiliki binatang peliharaan memperlakukan mereka dengan kejam, demikian ditemukan antropolog Jared Diamond pada sebuah suku di New Guinea.
Sementara itu, suku Kiembu di Kenya memelihara anjing hanya sebagai pelindung. Mereka bahkan tidak memiliki kata "binatang peliharaan" dalam bahasa mereka.
Anjing tidak pernah dipeluk atau dibiarkan masuk ke dalam rumah.
Harold Herzog dari Western Carolina University, AS, mengatakan pemeliharaan binatang benar-benar suatu gejala budaya.
Kita memelihara binatang karena orang lain melakukannya, karena ini suatu "penularan sosial", kata Herzog pada konferensi Association for Psychological Science di New York.
Memang sulit memutuskan secara tepat mengapa manusia memelihara binatang. Kemungkinan kombinasi dari sejumlah hal.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR