Para ahli geologi dibingungkan oleh gempa bumi di mantel atas sampai tahun 1980-an, dan masih tidak semua setuju mengapa itu terjadi di sana. Burnley dan penasihat doktoralnya, ahli mineral Harry Green, adalah orang-orang yang memberikan penjelasan potensial.
Dalam percobaan di tahun 1980-an, pasangan ini menemukan bahwa fase mineral olivin tidak begitu rapi dan bersih. Dalam beberapa kondisi, misalnya, olivin dapat melewati fase wadsleyite dan langsung menuju ringwoodite. Dan tepat pada transisi dari olivin ke ringwoodite, di bawah tekanan yang cukup, mineral sebenarnya bisa pecah dan bukannya menekuk.
"Jika tidak ada transformasi yang terjadi pada sampel saya, itu tidak akan rusak," kata Burnley. "Tapi begitu saya mengalami transformasi dan saya menekannya pada saat yang sama, itu akan pecah."
Burnley dan Green melaporkan temuan mereka pada tahun 1989 di jurnal Nature. Laporan studi mereksa menunjukkan bahwa tekanan di zona transisi ini dapat menjelaskan gempa bumi di bawah kedalaman 400 kilometer.
Namun, gempa bumi Bonin yang terdeteksi ini lebih dalam dari zona transisi tersebut. Dengan kedalaman 751 kilometer, gempat itu berasal dari tempat yang seharusnya tepat di mantel bawah.
Baca Juga: Catatan Gempa dan Mega Tsunami yang Pernah Melanda Maluku pada 1674
Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah bahwa batas antara mantel atas dan bawah tidak persis sama seperti yang diperkirakan para ahli gempa di wilayah Bonin, kata Heidi Houston, ahli geofisika di University of Southern California yang tidak terlibat dalam penelitian itu.
Daerah lepas pantai Pulau Bonin adalah zona subduksi di mana lempengan kerak samudera menyelam di bawah lempengan kerak benua. Hal semacam ini cenderung memiliki efek warping.
"Ini adalah tempat yang rumit, kita tidak tahu persis di mana batas antara mantel atas dan bawah ini," kata Houston.
Sementara itu Burnley berpendapat mungkin lapisan mantel bawah di sana tidaklah sepanas yang diperkirakan sehingga masih bisa terjadi gempa.
Apa pun penyebab gempa dalam tersebut, kemungkinan gempa itu tidak akan sering terulang, kata Houston. Sebab, hanya sekitar setengah dari zona subduksi di seluruh dunia yang mengalami gempa bumi dalam.
Jadi, Houston menegaskan, "Ini adalah kejadian yang sangat langka."
Baca Juga: Mengapa Maluku Sering Mengalami Gempa? Ini Penjelasan BMKG
Source | : | Nature,Live Science,Geophysical Research Letters |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR