Dua baling-baling pesawat Hercules yang jatuh di Medan mengindikasikan bahwa dua mesinnya mati, sementara pesawat bermesin empat itu hanya masih bisa terbang jika hanya satu mesin yang mati, kata pengamat.
Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal Agus Supriatna mengatakan, tim investigasi terus mengumpulkan berbagai fakta untuk mencari penyebab jatuhnya pesawat Hercules C-130, Selasa (30 Juli) lalu. Kepada BBC, ia mengungkapkan temuan awal tim investigasi itu.
"Ya dari kondisi propeler (baling-baling) diduga ada mesin mati," kata Agus Supriatna kepada Alice Budisatrijo dari BBC.
Pesawat kehilangan daya, "pilot segera menyadari ada masalah dengan mesin, jadi minta untuk balik ke landasan dua menit setelah lepas landas," tambahnya.
Namun sebelum mencapai landasan yang berjarak sekitar tiga kilometer, pesawat menabrak menara pemancar radio Joy FM, yang tingginya 35 meter, karena mesin yang masih berfungsi tak memiliki cukup tenaga untuk mengangkat badan pesawat lebih tinggi. Pun jatuh dalam posisi terbalik. Agus Supriatna mengatakan kepada wartawan, menara itu berjarak hanya 3.200 meter dari bandara, dan dalam jarak itu seharusnya tak boleh dibangun menara setinggi itu.
Betapapun, kata Agus Supriatna itu baru temuan awal. "Bisa saja ada masalah lain, misalnya hidrolik atau elektrik," katanya kepada wartawan seperti dikutip Tempo.
!break!Dua mesin mati
Sementara itu, pengamat penerbangan Gerry Soejatman meyakini, mesin yang tidak berfungsi bukan satu, melainkan dua.
"Fungsi propeler itu untuk mendorong udara dari depan ke belakang. Bilah-bilahnya memiliki sudut yang jika diberi tenaga dari mesin, akan berputar dan mendorong udara ke belakang," papar Gerry.
"Kalau mesinnya mati, propeler itu akan menjadi hambatan (bagi lajunya pesawat). Maka kalau mesinnya mati, propeler itu akan disetel pada posisi feathered, yakni bilahnya ditempatkan agar arahnya sesuai arah angin, dan dengan begitu tidak menjadi hambatan bagi laju pesawat."
"Nah dari foto-foto tampak bahwa ada dua propeler yang dalam posisi feathered itu, yang menunjukkan bahwa ada dua mesin kemungkinan dalam keadaan mati."
"Hercules adalah pesawat bermesin empat, yang dirancang untuk terbang dengan minimum tiga mesin. Jadi jika sebuah mesinnya mati masih bisa terbang. Namun jika dua mesin yang mati, akan susah sekali bagi pesawat untuk tetap mengudara," papar Gerry Sujatman pula.
Ia mengakui, sebagai orang yang tak ikut terjun langsung melakukan penyelidikan, ia tak bisa menyimpulkan lebih jauh.
!break!Akan diumumkan
Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyatakan, penyelidikan akan bisa diselesaikan dalam tempo dua pekan. Dan terlepas dari ketentuan bahwa militer tak wajib mengumumkan hasil penyelidikan, jubir TNI, Fuad Basya menjanjikan akan ada yang diumumkan.
"Beberapa yang terkategori rahasia dari hasil penyelidikan, memang tidak akan diumumkan. Tapi kesimpulan-kesimpulan yang tidak rahasia akan kami umumkan," ungkap Fuad.
Hal ini disambut baik pengamat penerbangan Gerry Sujatman. Ia mengakui, kali ini TNI jauh lebih terbuka terkait informasi seputar kecelakaan pesawat terbangnya. Sebelumnya, kata Gerry Sujatman, TNI hanya terbatas pada mengukuhkan saja terjadinya suatu kecelakaan.
Pesawat Hercules C-130 jatuh Selasa (30 Juli) lalu, menewaskan lebih dari 120 orang, baik awak dan penumpang, serta beberapa warga di lokasi jatuhnya pesawat.
Diketahui, sebagian dari penumpang adalah warga sipil, namun TNI membantah bahwa mereka adalah warga sipil yang dipungut bayaran untuk terbang.
Insiden ini memunculkan lagi pembahasan tentang perlunya TNI meremajakan dan memodernisir peralatannya. Presiden Jokowi meminta agar modernisasi peralatan diarahkan untuk bertumpu pada industri militer dalam negeri.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR