Banyak tembok laut mini menyebar di sepanjang garis pantai, yang tidak terlalu membuat Jakarta aman dari naiknya permukaan laut.
Victor Coenen, project manager NCICD menjelaskan bahwa analogi terbaik yang dapat Ia berikan tentang status banjir di Jakarta adalah seperti aquarium yang saling berlawanan.
“Jakarta Utara tenggelam, menjadi seperti mangkuk, kami sedang membangun tembok-tembok untuk menghentikan air yang masuk,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa menjaga mangkuk metropolitan ini dimana membuat 4 juta penduduk aman merupakan tantangan yang nyata.
Sistem pertahanan dari kolam penyimpanan, pompa dan tembok laut adalah pilihan satu-satunya untuk Jakarta yang terus menurun di bawah permukaan laut.
Hanya tersisa sebuah pertanyaan, yakni di mana infrastruktur akan dibangun? apakah di pantai, atau di lepas pantai. Pilihan akhirnya jatuh pada daerah lepas pantai sebab terbebas dari berbagai kompleksitas lingkungan perkotaan.
“Kita bebas untuk membangun seperti apapun yang kita mau, ditambah adanya waktu evakuasi lebih jika sesuatu yang salah terjadi,” pungkas Victor.
Kisah pendek ini bagian dari Proyek Utarakan Jakarta – Speak up (North) Jakarta lewat laman www.utarakanjakarta.com. Proyek ini bertujuan untuk mengabarkan dan meningkatkan kesadaran tentang banjir di Jakarta, sekaligus menunjukkan urgensi untuk melindungi Jakarta dari banjir.
Utarakan Jakarta menggambarkan kehidupan empat warga yang hidup di balik tembok laut di Jakarta Utara. Gambaran tersebut menangkap soal perjuangan mereka melawan banjir, rumah yang terendam dan harga air minum di sebuah kota yang di ambang tenggelam. Kampanye memperlihatkan kekhawatiran, mimpi dan harapan mereka akan masa depan yang lebih baik. Simak juga kisah keempat warga tadi dalam "Di Balik Benteng Laut" yang terbit di Edisi Spesial National Geographic Indonesia edisi November 2015.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR