Tapi, astronom tetaplah astronom. Mereka adalah peneliti yang ketika membantah pun harus punya bukti dan argumentasi yang kuat, alih-alih hanya beropini tanpa bukti.
Maka, teori dan data yang ada pun dikaji. Pada akhirnya, pemodelan matematika dibangun untuk melihat berbagai kemungkinan yang didasarkan pada teori dan data pengamatan yang sudah ada. Perspektif dari sisi teori dan observasi pun dipaparkan untuk memperoleh kajian terbaik. Keduanya membangun model dari model gangguan yang ditimbulkan dan mempengaruhi obyek KBO lainnya.
Pemodelan dibuat dan simulasi komputasi pun dilakukan. Yang pasti ini bukan pekerjaan utak atik gathuk yang dengan mudah menghasilkan kesimpulan.
Dari kajian yang dilakukan, ditemukan ada kemiripan pada orbit Sedna, 2012 VP 113, 2004 VN112, 2007 TG422, 2010 GB174, dan 2013 RF98. Ke-6 obyek ini adalah obyek-obyek yang menempati area Sabuk Kuiper, area dimana komet periode pendek berasal.
Kemiripan yang ditemukan, orbit ke-6 obyek Sabuk Kuiper ini mengelompok dan bergerak dari selatan ke utara saat memotong bidang Tata Surya dengan kecepatan yang berbeda-beda. Kemiringan orbit ke-6 KBO juga mirip. Miring ke arah yang sama dengan sudut 30 derajat relatif terhadap orbit ke-8 planet yang ada di Tata Surya. Menariknya, meskipun bergerak dengan kecepatan berbeda, saat dilihat, ke-6 KBO itu bisa berada pada lokasi yang sama. Dengan kata lain, sumbu ke-6 obyek Sabuk Kuiper ini sejajar dan mereka mengelompok pada area yang sama.
Pada awalnya diduga bisa saja hal tersebut terjadi karena bias pengamatan atau memang kebetulan. Jika memang kebetulan pun ini adalah kebetulan yang luar biasa. Karena kemungkinan tersebut hanya terjadi 0,007%. Tapi jika bukan kebetulan maka tentunya ada sesuatu yang bisa mempengaruhi gravitasi ke-6 KBO tersebut untuk memiliki orbit yang mengelompok. Dan sesuatu itu harus memiliki massa yang cukup masif untuk bisa memberi pengaruh.
!break!Ada beberapa teori yang diajukan untuk dikaji.
Teori pertama yang diajukan adalah kehadiran obyek lainnya di Sabuk Kuiper yang masih belum ditemukan. Seandainya ada cukup banyak obyek di Sabuk Kuiper, maka pengaruh gaya tarik yang diberikan dapat memicu dan menjaga pengelompokan orbit KBO tersebut. Tapi seberapa banyak yang dibilang banyak agar kondisi yang diamati saat ini bisa tercapai?
Setidaknya Sabuk Kuiper harus memiliki massa 100 kali lebih besar dari massa seluruh obyek di Sabuk Kuiper saat ini. Kajian lebih lanjut menunjukan teori ini lebih sulit dan skenario ini pun gugur karena tidak memungkinkan.
Teori lainnya, keberadaan planet masif lain yang bertindak sebagai penggembala yang menjaga obyek di KBO untuk tetap berada dalam kesejajaran mereka. Maka dibangunlah pemodelan dan simulasi untuk membuktikan teori tersebut.
Hasil simulasi memperlihatkan, jika ada planet masif dengan orbit yang tidak sejajar maka kesejajaran atau pengelompokan ke-6 obyek KBO tersebut bisa terjadi dan dipertahankan. Orbit tidak sejajar disini mengacu pada perihelion si planet masif tersebut berada 180 derajat dari perihelion obyek lainnya. Dengan kata lain, perihelion si planet berseberangan dari obyek KBO lainnya.
Tapi pertanyaan lain muncul. Dengan konfigurasi orbit seperti ini, bukankah akan terjadi papasan yang menyebabkan orbit tidak stabil untuk jangka panjang. Bahkan ada kemungkinan terjadi tabrakan. Tapi ternyata, setelah menjalankan simulai untuk rentang waktu panjang, ditemukan kalau orbit bersebrangan si planet ke-9 justru mencegah obyek di Sabuk Kuiper saling bertabrakan dan bahkan menjaga semuanya tetap berkelompok dan sejajar. Sebagai contoh, setiap 4 orbit yang diselesaikan planet Sembilan, obyek Sabuk Kuiper sudah menyelesaikan 9 kali orbitnya. Tidak ada tabrakan.
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR