Sindrom Takotsubo, atau sindrom patah hati, adalah suatu kondisi langka yang ditandai dengan melemahnya otot-otot jantung dan pembuluh darah yang tak bekerja optimal. Kondisi ini dapat menyebabkan nyeri dada, sesak nafas dan serangan jantung bahkan kematian.
Meski berbahaya, pasien yang terkena sindrom ini dapat dipulihkan. Kondisi ini jarang menjadi fatal selama pasien mendapatkan perawatan medis, bantuan pernapasan dan alat bantu kritis lainnya dalam 48 jam pertama.
Baca juga: Pro Kontra Terapi Cuci Otak yang Dilakukan Dokter Terawan
Sindrom yang pertama kali dideteksi oleh para peneliti Jepang pada awal 1990-an ini menyebabkan ventrikel kiri jantung membengkak di bagian bawah, namun tetap sempit di bagian atas, sehingga terlihat mirip dengan perangkap gurita. Itulah sebabnya, peneliti menamainya "Takotsubo", yang berarti pot gurita.
Selama ini, sindrom patah hati dikaitkan dengan peristiwa stres dalam kehidupan seseorang. Tapi penelitian baru menunjukkan bahwa kejadian bahagia juga dapat memicu terjadinya sindrom.
Penelitian terbaru terhadap kondisi ini yang diterbitkan dalam European Heart Journal mengamati data dari 1.750 pasien dari seluruh dunia yang telah didiagnosis dengan sindrom patah hati. Menggunakan informasi dari International Takotsubo Registry, database yang bertempat di University Hospital Zurich di Swiss, peneliti mencatat bahwa 485 pasien mengembangkan kondisi ini setelah ada pemicu emosional.
Dari pasien yang mengembangkan kondisi ini setelah pemicu, mayoritas—96 persen—telah mengalami peristiwa sedih atau traumatik seperti kematian anggota keluarga, perceraian, kecelakaan, sakit atau masalah hubungan dengan orang lain. Tetapi, sisanya yang empat persen mengembangkan sindrom patah hati setelah mengalami peristiwa bahagia seperti pesta ulang tahun, pernikahan atau bahkan karena tim favorit memenangkan pertandingan besar.
Sebagian besar pasien sindrom patah hati, entah kondisi itu dipicu oleh peristiwa bahagia atau sedih, adalah perempuan pasca-menopause. Peneliti meyakini bahwa lonjakan hormon yang tak biasa mungkin turut berkontribusi menyebabkan kondisi tersebut.
Baca juga: Cara Sehat Agar Hubungan Asmara Bertahan Lama
Penelitian ini membantu peneliti mengetahui lebih baik bagaimana mekanisme umpan balik yang terjalin di dalam tubuh. Peneliti berharap dapat mempelajari pola gelombang otak pasien yang mengalami ‘sindrom hati senang’ dan membandingkannya dengan orang yang mengalami sindrom patah hati karena peristiwa sedih, sehingga mereka dapat memahami lebih baik interaksi otak dan hati serta bagaimana emosi diproses di dalam tubuh.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR