Perjalanan selama 3,5 jam menuju basecamp peneliti LIPI di kaki Gunung Gandang Dewata, melewati tanjakan dan menyeberangi aliran air, tak membuat Amir Hamidy kelelahan. Menggunakan balutan kain di kepala, celana pendek, sepatuboot semata kaki, dia begitu lincah.
Tiba mejelang sore, ketika kabut mulai turun menyelimuti dahan-dahan pohon. Puncak gunung terlihat memutih.
Menjelang malam, ketika sudah makan, dia berganti kostum. Pakaian kedap air, sepatu laras tinggi, headlamp, tas punggung kecil, dan togkat berujung bengkok mirip kail. Amir Hamidy, bersama dua orang akan menyusuri pesisir sungai dan rimbun pohon, mencari katak, kodok, dan reptil lain. “Mau merekam suara kodok juga,” katanya.
“Dia memang seorang scientist (ilmuan), tak ada waktu terbuang. Selalu memaksimalkan,” seloroh Tri Haryoko, peneliti burung LIPI.
Amir Hamidy, peneliti herpet dari LIPI. Tak banyak bicara. Tanpa ekspresi. Dia berbeda dengan puluhan rekan peneliti lain yang ikut bersama dalam ekspedisi Bioresourches Keragaman Hayati di Gunung Gandang Dewata.
Beberapa jam kemudian, Hamidy kembali ke camp. Malam itu dia tak mencari spesiemen, melainkan merekam suara kodok di alam liar. Beberapa hari sebelumnya, tim herpet telah mengumpulkan beberapa sepesimen. Suara kodok tak berhasil direkam di alam liar akhirnya dipilih dengan telaten. Dimasukkan ke kantong plastik menggelembung, bersama potongan tangkai dan daun.
Sejumlah hewan amfibi itu dibawa serta masuk dalam tenda. Di jejerkan rapi dekat lembaran matras. Malam ini, dia juga hendak merekam suara hewan itu, sebelum menjadi spesimen dan diangkut ke LIPI.
Dua kandidat
Kamis (27/4/16), sekitar pukul 10.00, ketika udara basecamp mulai terasa hangat, proses fiksasi (pembuatan spesimen) dimulai. Proses ini dengan penuh kehati-hatian, karena setiap individu harus benar-benar terawetkan baik–agar kelak dalam penelitian, pengukuran, hingga deskripsi secara fisik tetap terjaga.
Untuk fiksasi, peralatan cukup sederhana. Ada sarung tangan. Masker. Spoit dan jarum. Ada formalin dan alkohol.
Setiap satu individu yang selesai di-fiksasi akan dibenamkan pada cairan alkohol di wadah kecil. Dari tempat itulah, Amir mengangkat hewan-hewan kecil itu dengan penjepit. Dijejerkan lembut dan hati-hati dalam boks kotak kecil. Ekor kadal dibuat melengkung mengukuti bagian tubuh. Katak dan kodok, kaki belakang, diatur seperti hendak melompat. Jari-jari terbuka.
“Apakah ada temuan baru,” tanya saya.
“Belum tahu. Semua ini endemik Sulawesi,” katanya.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR