Pemerintah Filipina mengizinkan Indonesia, dalam hal ini TNI, melakukan pengejaran terhadap perompak dan kelompok teroris jika terjadi pembajakan atau penyanderaan warga negara Indonesia di kawasan selatan Filipina hingga ke teritorial Filipina.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan, ada sejumlah terobosan kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan Filipina terkait penyanderaan warga negara Indonesia oleh kelompok Abu Sayyaf.
Ryamizard bertemu dengan Menteri Pertahanan Filipina Voltaire T Gazmin, Minggu (26/6), membahas soal penyanderaan warga negara Indonesia di Filipina Selatan dan tindak lanjut kesepakatan antara Indonesia, Filipina, dan Malaysia soal patroli keamanan bersama di perbatasan ketiga negara.
"Pemerintah Filipina mengizinkan pengejaran terhadap perompak dan teroris di Filipina Selatan hingga melintasi perbatasan laut RI-Filipina. Semua dilakukan dalam kerangka semangat ASEAN, yakni keamanan dan stabilitas kawasan," kata Ryamizard yang dihubungi di Manila.
Menurut Ryamizard, biasanya perundingan seperti ini memakan waktu berbulan-bulan.
"Filipina sangat positif dan terbuka dalam menyelesaikan persoalan keamanan di Kepulauan Sulu," kata Ryamizard.
Kesepakatan yang mengacu pada perjanjian bilateral RI-Filipina pada 1975 itu akan memungkinkan dilakukan pengejaran terhadap kelompok teroris dan perompak melintasi perbatasan, bahkan hingga ke daratan tempat mereka melarikan diri di kawasan Filipina Selatan.
Kemhan sudah menghubungi Kementerian Luar Negeri; Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan HAM; dan Mabes TNI terkait kesepakatan yang dicapai.
Tim Mabes TNI dikirim dari Jakarta, Senin ini, untuk membahas operasional kesepakatan tersebut, termasuk teknis pengejaran perompak dan teroris yang beroperasi di perbatasan RI-Filipina itu.
Sementara itu, TNI AL di Balikpapan, Kalimantan Timur, hingga kemarin, masih menggali keterangan dari enam anak buah kapal (ABK) TB Charles 001 yang selamat dari penyanderaan di perairan Filipina.
Taufik Rahman, Public External Relation PT Perusahaan Pelayaran Rusianto Bersaudara, perusahaan pemilik TB Charles, mengatakan, enam ABK TB Charles hanya diminta menjawab pertanyaan seputar kronologis penyanderaan, hingga bagaimana mereka dilepaskan, sementara tujuh ABK lainnya masih disandera.
"Tidak ada tekanan (kepada keenam ABK) saat menjawab pertanyaan. Memang kejadian ini bikin mereka capek, letih. Ada yang sedikit kurang enak badan, dan tegang," kata Taufik.
Komandan Pangkalan TNI AL Balikpapan Kolonel Laut (P) Luhut Siagian mengatakan, TNI AL ingin mencari informasi lebih detail tentang penyanderaan. "Kami akan melaksanakan pendalaman selama beberapa waktu," ujarnya
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR