Akselerasi percepatan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dalam mengembangkan Belitung sebagai Taman Bumi atau Geopark semakin menemui titik terang.
Keseriusan satu dari “10 Bali Baru” yang sudah ditetapkan sebagai destinasi prioritas itu diapresiasi oleh Sekretaris Jenderal Geopark Global Network (GGN) UNESCO, Guy Martini.
“Tiap Minggu progress perkembangan 10 top destinasi kami lihat satu per satu. Termasuk Belitung, yang sudah ditetapkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata itu,” kata Menteri Pariwisata Arief Yahya dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (10/1/2017).
Kebanyakan atraksi di Belitung berbasis pada nature atau alam, seperti Danau Biru, Pantai Tanjung Tinggi, Pantai Tanjung Kelayang, Desa Wisata Terong, Museum Tanjung Pandan, Bukit Pangkuan di Kecamatan Kelapa Kampit, Pantai Burung Mandi Kecamatan Damar, Museum Kata Kecamatan Gantung, dan Pantai Punai di Kecamatan Simpang Pesak.
“Alhamdulillah Geopark Belitong direspon positif assessor Geopark Global Network (GGN) UNESCO, Guy Martini. Kerja tim yang cepat, keragaman dan keindahan Geopark Belitong banyak dipuji Martini,” kata Ketua Pokja Percepatan 10 Destinasi Prioritas Kemenpar, Hiramsyah S Thaib yang didampingi PIC Tanjung Kelayang Larasati.
Martini sempat memverifikasi Geopark Belitong pada tanggal 26-29 Desember 2016. Hasilnya? Sangat positif. Batuan granit besar hingga batuan beku yang mempunyai kristal-kristal kasar yang tersebar merata di Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur banyak dipuji profesor geologi asal Perancis itu.
Dia pun sangat optimistis Indonesia bisa segera mendorong Geopark Belitong ke level dunia. “Martini menilai progress-nya sudah on the track. Prediksinya, dalam kurun waktu 1-2 tahun Geopark Belitong sudah bisa mendapatkan status sebagai geopark nasional, setelah itu bisa didorong ke level dunia,” ujar Hiramsyah.
Pujian sama juga ikut dilontarkan Ketua Tim Geopark ITB 81, Diah Herawati. Dia mengaku merasa bahagia sekaligus terkejut karena dalam kurun waktu hanya empat bulan tim Geopark Belitong sudah bisa bekerja.
“Biasanya daerah lain lebih dari 4 bulan, bertahun-tahun malah belum kemana-mana minimal bergeraknya baru 2-3 tahun. Tapi tim Geopark Belitong beda. Timnya kompak dari Barat ke Timur. Semua mendukung, Pemda mendukung, komunitas mendukung. Ini cukup mengagetkan saya dan beliau (Martini),” kata Diah.
Meski begitu, Diah menyatakan masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dikerjakan. Salah satunya ada menggerakkan komunitas-komunitas untuk membangun wisata mandiri.
“Ayo komunitas di Belitung Timur lebih bergerak lagi. Kalau di Belitung kan sudah banyak pariwisata yang dibuat dari komunitas, di Belitung Timur harus lebih digerakkan lagi. Desa-desa dan komunitas harus membangun pariwisata mandiri,” ujarnya.
Ajakan Diah tadi memang sangat beralasan. Status geopark dari sebuah kawasan geologi sangat berpotensi meningkatkan daya tarik suatu destinasi wisata.
Geopark juga bisa menjadi penggerak ekonomi paling cepat ketimbang sektor-sektor lain. Menurut Diah, contohnya sudah banyak. China misalnya. Dari pendapatan wisata sekitar 6 miliar dollar AS atau Rp 80 triliun, sekitar 62 persen di antaranya atau mencapai Rp 49 miliar, disumbangkan dari pengelolaan 33 kawasan geopark dunia.
Di Indonesia, manfaat ekonomi juga sudah dirasakan kawasan Pegunungan Sewu di DI Yogyakarta. Pada 2011, Pendapatan Asli Daerah yang dihasilkan dari sejumlah destinasi wisata karst di lokasi tersebut baru sekitar Rp 800 juta. Namun, setelah ditetapkan sebagai kawasan geopark global dunia, pendapatan aslinya meningkat menjadi Rp 22,5 miliar.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR