Kekerasan terhadap satwa liar kembali terjadi. Seekor anak lumba-lumba di Argentina tewas setelah dikerumuni oleh para wisatawan yang berlomba mendapatkan swafoto yang sempurna.
Menurut La Capital, surat kabar di Argentina, awalnya para turis menarik anak lumba-lumba tersebut dari lautan di San Bernardo, sekitar 321 km di selatan Buenos Aires. Video amatir yang diunggah ke Youtube menunjukkan kerumunan orang berdiri dan berlutut di sekeliling hewan mungil itu, menyentuh dan menepuk-nepuk tubuhnya.
“Mereka membiarkan hewan itu mati,” ujar salah satu pengamat di La Capital kepada C5N, saluran TV berita. “Ia masih muda dan terdampar di pantai. Seharusnya mereka mengembalikannya ke air, karena kenyataannya, hewan itu masih bernafas. Tetapi semua orang mulai mengambil foto dan menyentuhnya. Mereka berkata bahwa lumba-lumba itu telah mati.”
Ini merupakan kedua kalinya dalam setahun, peristiwa lumba-lumba muda di Argentina mati di tangan para wisatawan yang gila swafoto. Februari lalu, lumba-lumba La Plata yang terancam punah, tewas di pantai yang termasuk dalam kawasan resor Santa Teresita. Lumba-lumba tersebut diedarkan hingga akhirnya mati karena dehidrasi.
Permasalahan turis yang melakukan kekerasan terhadap hewan liar demi mendapatkan foto Instagram bagus bukanlah fenomena baru. Hampir setiap minggu, insiden tragis baru bermunculan.
Otra vez mataron a un delfín en San Bernardo. Sacaron al animal del mar para sacarse fotos. pic.twitter.com/4qzYnWvKiH
— C5N (@C5N) January 23, 2017
Media sosial telah mengubah lansekap, membuat hewan-hewan eksotik tampak menggemaskan dan dapat diterima, tetapi apa yang tak tak dilihat oleh kebanyakan orang adalah penderitaan yang terjadi di balik foto tersebut. Kukang, anjing rakun dan marmoset kerdil hanyalah sedikit dari hewan-hewan liar yang menjadi terkenal karena berpose dan berinteraksi dengan manusia di YouTube dan situs media sosial lain.
Membuat dan membagikan foto-foto dan video semacam itu dapat menempatkan hewan-hewan tersebut dalam bahaya dengan meningkatkan daya tairik mereka sebagai hewan peliharaan, dan memberikan kesan bahwa mendekati mereka merupakan hal yang menyenangkan serta aman.
Studi pada tahun 2011, misalnya, menunjukkan bahwa orang-orang lebih cenderung berpikir bahwa simpanse akan menjadi hewan peliharaan yang keren jika orang-orang tersebut melihat gambar-gambar primata itu berdiri di sebelah manusia. Studi lainnya menunjukkan bahwa sekitar 10 persen dari 12.000 komentar pada video viral tentang seekor kukang kerdil yang terancam punah, menyebut bahwa mereka menginginkan seekor sebagai peliharaan.
Jadi, jangan seperti orang-orang tersebut. Berikan ruang pada hewan-hewan liar untuk menjalani kehidupannya.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR