Tiga perempuan di Jawa Timur mengajukan citizen lawsuit (gugatan warga negara) atas dugaan kelalaian Gubernur Jawa Timur yang dinilai tidak mengelola sampah popok yang ada di Sungai Brantas.
Gugatan yang dilayangkan melalui Pengadilan Negeri Surabaya itu meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur melakukan normalisasi sungai yang tercemar sampah popok, serta melakukan pengelolaan sampah popok dengan baik.
Citizen lawsuit terhadap Gubernur Jawa Timur diajukan tiga perempuan asal Gresik, Sidoarjo, dan Malang, yaitu Daru Setyo Rini, Mega Mayang Kencana, dan Riska Darmawanti, yang menganggap pemerintah lalai dan membiarkan sampah popok mencemari sungai sehingga dapat membahayakan warga.
Dikatakan oleh Riska Darmawanti, aktivis lingkungan dari Ecoton selaku salah satu penggugat, gugatan dilakukan setelah somasi yang dilayangkan kepada Gubernur Jawa Timur tidak mendapat tanggapan maupun upaya penanganan.
“Sebulan sebelum gugatan itu kami masukkan, kami sudah melakukan somasi, kami meminta agar Gubernur itu melakukan pengelolaan terhadap sampah popok, tetapi kemudian tidak ada tindak lanjut dari hal itu. Makanya kemudian kami mengajukan gugatan,” tutur Riska.
Riska mengatakan, sampah popok di Jawa Timur sudah menjadi ancaman nyata pada kehidupan masyarakat, yang menggantungkan hidupnya pada sungai sebagai bahan baku air minum. Dari survey yang dilakukan, terdapat 11 kabupaten/kota di Jawa Timur yang dinilai tidak maksimal menyelenggarakan koordinasi, pembinaan dan pengawasan kinerja kabupaten/kota dalam mengelola sampah, termasuk sampah popok.
Tingginya pencemaran sungai oleh popok sekali pakai, dipengaruhi oleh kurangnya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai dampak sampah popok bagi lingkungan. Selain itu, jutaan popok diperkirakan mencemari sungai, karena perilaku masyarakat yang memilih cara mudah dalam mengurus bayinya.
“Bayangkan, orang yang tinggal di DAS (daerah aliran sungai) Brantas itu kalau misalnya kita ambil 50 persennya saja yang buang sampah ke sungai, apalagi sampah popok itu sudah ada sekitar hampir 3 juta popok terbuang ke sungai. Nah bayangkan, yang kita semua tahu sampah popok itu untuk bisa terurai butuh 500 tahun. Itu juga dibuktikan ketika kami survei ke bantaran sungai itu. Ketika bertemu dengan salah satu pencari cacing itu, dia bilang bahwa dasar sungainya Kali Surabaya sudah dipenuhi oleh sampah popok ketika dia sedang mengumpulkan cacing. Jadi betapa parahnya sebenarnya sampah popok yang ada di Kali Surabaya dan tidak tertangani,” imbuhnya.
Dalam gugatannya, Gubernur Jawa Timur dituntut melakukan beberapa upaya untuk memperbaiki kondisi Sungai Surabaya secara khusus, dan Sungai Brantas secara umum, terutama membebaskan sungai dari bahaya sampah popok sekali pakai.
“Kita meminta Gubernur Jatim itu untuk membuat TPA (tempat pembuangan akhir sampah) dengan sistem sanitary landfill. Menyediakan sistem pengambilan juga tempat-tempat untuk pengumpulan sampah popok yang bisa diambil secara regular. Kami meminta juga pemerintah Jatim itu untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa mitos suluten, yang menjadi kepercayaan orang-orang dan alasan untuk membuang sampah popok ke sungai itu bisa dibantu untuk diedukasi, sehingga mereka tidak membuang sampah popok ke sungai. Dan yang terakhir, melakukan pemulihan terhadap Kali Surabaya terkait sampah popok, jadi pembersihan terhadap sampah-sampah popok yang terdapat di dasar sungai dan juga di permukaan air,” lanjut Riska.
Mega Mayang Kencana, warga Sidoarjo yang juga menjadi penggugat mengatakan, keberadaan sampah popok di sungai tidak dapat dilepaskan dari kurangnya pemahaman dan edukasi mengenai popok bayi, selain popok sekali pakai yang banyak beredar dan lebih murah harganya. Mega yang memakaikan popok kain pada bayinya, mendorong adanya edukasi dan solusi terkait popok sekali pakai yang banyak menjadi sampah.
“Saya ini pengguna popok kain, popok clothing diapers ya prihatin, dari satu anak saja bisa menghabiskan popok sekali pakai itu sedemikian banyak, yang boros, di sungai, di sekeliling kita, sampah-sampah numpuk dan tidak ada solusinya, itulah kenapa saya ikut bergerak. Jadi kalau bisa ada solusinya, kenapa enggak gitu lho, kita menekan perkembangan popok sekali pakai ke arah popok yang lain, popok kain,” harap Mega.
Mega juga meminta pemerintah lebih sering turun ke masyarakat untuk memberikan sosialisasi dan edukasi, agar masyarakat tidak lagi membuang sampah popok ke sungai. Selain itu, pemerintah harus mendorong inovasi popok yang dapat dipakai berulang kali, sebagai upaya melindungi lingkungan dari pencemaran bahan berbahaya, yang terkandung dalam popok sekali pakai.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR