Menurut Arnis Rachmadani, Pelayanan dan bimbingan hak-hak sipil bagi umat beragama Tao saat ini lebih baik dibandingkan dengan era-era sebelumnya. Pada era pemerintahan terdahulu, umat Tao seolah dipaksakan untuk masuk agama lain, karena umat agama Tao harus memilih salah satu agama yang diakui kepemelukannya oleh pemerintah, yakni Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, dan Buddha.
Meskipun demikian, hingga saat ini umat Tao mengalami hambatan ketika hendak memperoleh bukti diri status kependudukan berupa KTP. Mereka tidak dapat mencantumkan keyakinan yang dianut (agama Tao) pada format kolom agama KTP yang wajib diisi. Hal ini disebabkan agama Tao bukanlah agama resmi yang diakui oleh pemerintah.
Dalam perkembangannya karena KTP begitu penting tidak sedikit para penganut agama Tao terpaksa mengingkari ajaran agamanya berafiliasi dengan agama resmi. Mereka menuliskan kolom agama yang ada dalam KTP tersebut dengan mencantumkan “agama resmi” yang diakui Pemerintah Indonesia saat ini. Seringkali mereka cenderung memilih agama Budha sebagai identitas keagamaannya.
Meskipun keberadaan agama Tao di Indonesia dianggap sebagai “agama marginal”, namun pada kenyataannya kehidupan beragama umat Tao berjalan secara alamiah tanpa adanya hambatan. Setelah sekian lama mengalami berbagai macam diskriminasi, namun umat Tao cenderung untuk bersikap dialogis dan melakukan pendekatan persuasif.
Baca Juga: Jejak Cina Timor: Dari Cendana, Kuomintang, Hingga Masa Kini
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR