Nationalgeographic.co.id—Konflik politik antara Rusia dan Ukraina yang berujung serangan militer memunculkan tanda taya terkait masa depan Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). ISS adalah simbol kerjasama international pasca-Perang Dingin, dimana astronot dan kosmonot bisa berdampingan di luar angkasa untuk bekerja menelisik alam semesta.
Platform penelitian antariksa itu merupakan wadah kolaborasi antara Amerika Serikat, Rusia, Kanada, Jepang, dan Badan Antariksa Eropa (ESA). ISS juga dibagi menjadi bagian antara Segmen Orbital AS dan Segmen Orbital Rusia.
Dmitry Rogozin, kepala badan antariksa Rusia (Roscosmos) lewat utas Twitternya memberi ancaman setelah AS menjatuhkan sanksi pada Rusia. Tweet hari Jumat (25/02/2022) itu meperingatkan AS bahwa sanksi itu dapat "menghancurkan kerjasama kita," dan ISS bakal jatuh ke bumi tanpa bantuan negaranya.
Saat ini, ISS bergantung pada sistem propulsi Rusia untuk bisa mengorbit di atas 400 kilometer di atas permukaan laut. Sedangkan bagian AS bertanggung jawab untuk listrik dan sistem penyokong kehidupan.
"Jika Anda memblokir kerja sama dengan kami, siapa yang akan menyelamatkan ISS dari deorbiting yang tidak terkendali dan jatuh di wilayah AS atau Eropa?" tulis Rogozin.
"Jika Anda memblokir kerja sama dengan kami, siapa yang akan menyelamatkan ISS dari deorbit yang tidak terarah hingga berdampak pada wilayah AS atau Eropa?" tulis Rogozin. "Ada juga kemungkinan dampak dari konstruksi 500 ton di India atau Tiongkok."
Baca Juga: Astronaut ISS Lihat Oasis Kuno Berbentuk Love di Dekat Danau Qarun
Baca Juga: Akan Purnatugas, NASA Berencana Jatuhkan ISS di Point Nemo Tahun 2031
Baca Juga: Kargo Dragon Terbaru SpaceX Berlabuh di Stasiun Luar Angkasa
Mengutip AFP, para ahli memandang kecaman sepert itu retorika politik belaka yang dibesar-besarkan. Sebab, baik Rusia dan negara-negara yang terlibat di ISS sangat bergantung pada Rusia dan AS untuk keselamatan personel mereka.
"Tidak ada yang ingin menempatkan kehidupan astronot dan kosmonot dalam bahaya dengan manuver politik," kata John Logsdon, profesor dan peneliti luar angkasa di George Washington University.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR