Baca Juga: Napak Tilas Perjuangan Perang Dipanagara di Sekitar Borobudur
Baca Juga: Hulptroepen, Satuan Lokal Hindia-Belanda dalam Perang Dipanagara
Baca Juga: Kecamuk Perang Jawa: Suratan Tragis Sang Pangeran yang Kesepian di Zaman Edan
Tidak ada perbincangan serius apalagi sampai harus menumpahkan darah, keduanya tampak saling bersahabat. Padahal, kalaupun mau, hari itu juga Dipanagara dapat ditangkap dengan mudah karena dianggap menyerahkan diri. Namun, De Kock tidak gegabah dan tak menginginkan adanya perlawanan yang lebih besar lagi.
Tampaknya, baik De Kock maupun Belanda-Belanda lainnya, menganggap penangkapan Dipanagara yang terlalu cepat bukanlah langkah bijak. Yang ada, nantinya mereka bisa saja mengamuk dan melakukan perlawanan lebih gencar lagi.
Selepas ramah tamah berlalu, De Kock mengirimkan utusan untuk turut dalam barisan pasukan Dipanagara yang bertugas sebagai mata-mata, ialah Tumenggung Mangunkusumo.
Setelah dirasa kondisi mulai aman dan kondusif, De Kock mulai melancarkan misinya untuk mematahkan perlawanan, tatkala Dipanagara mempersiapkan diri bersiap merayakan hari raya lebaran.
Dua hari menjelang lebaran, ia mengirimkan utusan lainnya guna mempersiapkan serangkaian agenda penyergapan dan penangkapan terhadap Dipanagara. Dua utusan itu ialah Letkol du Perron dan Mayor AV Michels.
Carey menyebut bahwa 27 maret adalah jatuhnya momen Idulfitri di tahun 1830, merupakan lebaran terakhir sang pangeran di tanah Jawa. Sehari setelahnya, De Kock melakukan pertemuan dengan Dipanagara, alasannya untuk bersilaturahmi.
Kala itu, Dipanagara tanpa pengawalan ketat, hanya didampingi ketiga putranya dan beberapa penasihat agama di sebelahnya. Tampaknya, pertemuan itu bukanlah sekadar silaturahmi biasa.
Dipanagara dibuat heran manakala pembahasan politik menjadi topik yang cukup berat di momen lebaran, suatu perbincangan yang kurang pas bagi Dipanagara yang masih merasakan suasana hari raya.
Benar saja, beberapa waktu kemudian, Dipanagara ternyata dikelabui dan ditangkap oleh para Belanda. Ia kemudian diasingkan ke Sulawesi sekaligus menandai berakhirnya Perang Jawa.
Kala Kematian Misionaris di Pulau Sentinel Utara Justru Bahayakan Penduduk Asli
Source | : | Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR