Nationalgeographic.co.id—Sejarah mainstream sudah diperkenalkan dengan kehadiran peradaban suku Maya yang menggenapi sejarah perkembangan masyarakat kuno di Amerika. Namun, masih banyak fakta unik menyelimutinya.
Faktanya, suku Maya sebenarnya belum benar-benar terungkap seutuhnya. Penemuan yang menggemparkan di tahun 2015, mengungkap fakta anyar dengan ditemukannya piramida raksasa Maya yang menandai penelitian masih perlu dilakukan.
Mathew Burke menulis kepada Factinate, penemuan piramida suku Maya diperkirakan telah berusia 1.000 tahun. Burke menulis dalam artikelnya berjudul Mysterious Facts About The Mayan Civilization.
"Mungkin (penemuan piramida itu) benar-benar menjadi piramida tertinggi yang pernah ditemukan di Meksiko," tulis Mathew Burke.
Menggambarkan kemegahan penemuan terbaru tentang piramida Maya, tidak sebanding dengan nasib yang mereka hadapi. Lain dari peradaban yang berkembang di Asia atau Eropa, kehidupan Maya tidak berdampingan dengan sumber pangan hewani atau nabati.
Menurut sejarawan Jared Diamond, Suku Maya dihadapkan dalam ekosistem hewan buas dan tanaman yang tak selalu bisa dikonsumsi. Inilah yang menjadi salah satu kendala melambatnya perkembangan peradaban Maya. "Mungkin ada hubungannya dengan habitat alami Meso-Amerika," tambahnya.
Selain karena ekosistemnya yang tak mujur, suku Maya juga dihadapkan dengan bencana alam yang kerap menimpa. "Peradaban Maya mengalami beberapa keruntuhan akibat bencana sepanjang sejarah mereka," jelas Jared.
Nasib-nasib buruk yang menimpa Maya juga tidak lepas dari kalender suku Maya yang fenomenal sepanjang sejarah, dikaitkan dengan akhir dunia atau kiamat.
"Terlepas dari apa yang mungkin Anda dengar pada tahun 2012, akhir kalender Maya tidak pernah dimaksudkan untuk menandakan kiamat," terusnya lagi.
Menurut mitologi Maya, dunia diciptakan dalam urutan empat peristiwa: pertama datang hewan, kemudian tanah liat basah, diikuti oleh kayu, "dan akhirnya manusia pertama, yang konon terbuat dari jagung," sambung Burke.
Source | : | Factinate |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR