Nationalgeographic.co.id—Ada kehidupan para "nyai" di masa pendudukan Kota Batavia oleh kolonial Belanda dan Inggris. Mereka adalah para perempuan pribumi yang hidup serumah dengan lelaki Eropa yang punya kedudukan tinggi.
Para nyai itu dijadikan gundik atau wanita peliharaan oleh para lelaki Eropa. Mereka hidup laksana sepasang suami-istri, bahkan sampai punya anak, tapi tanpa nikah atau ikatan perkawinan.
Salah satu kisah kehidupan nyai yang paling terkenal dan fenomenal adalah kisah Nyai Dasima. Nyai Dasima lahir di Desa Kuripan, Bogor, Jawa Barat. Setelah besar, ia mengadu nasib ke Batavia.
Di kota ini Dasima kemudian bekerja pada seorang Inggris kaya raya yang bernama Edward Williams. Lelaki ini adalah orang kepercayaan Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles. Pada masa itu secara administratif Inggris berkuasa di Hindia Belanda. Raffles menggantikan Gubernur Jenderal Deandels.
"Karena tergoda oleh kecantikan Dasima, kemudian Williams memeliharanya sebagai gundik. Dasima dipeliharanya tanpa dikawini. Hingga akhirnya mereka punya seorang anak perempuan bernama Nancy," tulis Zaenuddin HM dalam bukunya, Kisah-Kisah Edan Seputar Djakarta Tempo Doeloe.
Awalnya mereka berumah di Curug, Tangerang. Lalu pindah ke kawasan Gambir, Batavia. Tepatnya di Pejambon, kini di belakang gedung Pertamina dan Departemen Agama. Di belakang rumah tersebut mengalir Kali Ciliwung, yang kala itu masih lebar dan airnya jernih.
Dasima rela jadi gundik, mungkin karena pada masa itu kedudukan seorang gundik dianggap lebih terhormat daripada seorang pembantu rumah tangga. Para pejabat Belanda dan Eropa yang datang ke Batavia umumnya memang tak membawa istri. Akhirnya mereka lebih suka memelihara gundik.
Baca Juga: Kisah Sejarah dari Balik Kanal-kanal yang Mengaliri Kota Batavia
Baca Juga: Wanita-Wanita Pezina Berdarah Asia yang Dihukum Mati di Batavia
Baca Juga: Peraturan-Peraturan Aneh buat Orang Jawa dan Tionghoa di Batavia
Sebagai orang kayak, Dasima bersama putrinya saban sorea berkeliling dengan delman ke Prapatan, Senen, Gang Kenanga, sampai ke Kampung Kwitang. Mereka sering berpapasan dengan Samiun, lelaki Betawi yang sudah beristri.
"Samiun naksir berat dengan kecantikan Dasima. Kebetulan, Mak Buyung, yang menjadi pembantu Dasima, adalah seorang janda di Kwitang. Nah, melalui Mak Buyung inilah Samiun meminta agar nyai itu (Dasima) dibujuk untuk meninggalkan rumah mewahnya, lalu kawin dengannya," tulis Zaenuddin.
Source | : | Kisah-Kisah Edan Seputar Djakarta Tempo Doeloe |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR