Nationalgeographic.co.id - Cobalah untuk keliling kota Jakarta. Ada banyak saluran air yang kita sebut sebagai kali (sungai). Padahal, kebanyakan dari kali itu adalah kanal yang menyalurkan air untuk menghidupi kota Jakarta sejak zaman Belanda.
Pada masa sebelumnya, sungai adalah jalur penting untuk transportasi perdagangan. Di Jakarta, Sungai Ciliwung menjadi jalur untuk masuk ke pedalaman dan pasokan air tawar untuk pelabuhan Jayakarta oleh Kesultanan Banten.
Jayakarta pun beralih menjadi Batavia pada 1621 setelah Banten takluk tiga tahun sebelumnya. Kawasan ini membuat Belanda punya posisi strategis untuk melawan musuh-musuh Eropanya yang turut bercokol di Asia Tenggara.
Pengajar di Department of Art and Art History, Hope College, AS, Marsely L. Kehoe menjelaskan, "Coen memilih sebagai situsnya sebuah pelabuhan berpenghuni di pantai utara Jawa, salah satu pulau besar. Dengan menguasai lokasi ini, Belanda dapat melewati Selat Malaka yang diperebutkan dan mengatur lalu lintas yang melewati Selat Sunda."
Baca Juga: Misteri Meriam 'Cabul' Si Jagur yang Dipakai Belanda di Batavia
Baca Juga: Catatan Kelam Batavia, Sepuluh Ribu Orang Tionghoa Dibantai Kompeni
Baca Juga: Melemahnya Mataram dan Kebangkitan Orang-Orang Cina di Batavia
Kehoe menulis sejarah Batavia di dalam Journal of Historian of Netherlandish Art tahun 2015 berjudul "Dutch Batavia: Exposing the Hierarchy of the Dutch Colonial City".
Pemanfaatan sungai pun digunakan pada kota ini oleh Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen. Di kota ini, VOC mendirikan banyak bangunan, tembok yang mengitari kota, dan kanal yang jumlahnya kian membanyak di pertengahan abad ke-17.
Pada mulanya, VOC dan pemukiman orang Belanda terfokus di bagian utara Batavia di sekitar Kasteel Batavia. Kota itu membentang ke selatan dari benteng itu dengan kanal yang membentuk blok persegi dan tertata rapi.
"Denah kota pada peta 1681 dan 1770 berbentuk persegi empat, dibelah dua membujur oleh Sungai Ciliwung yang diluruskan, di sini disebut De Groote Rivier (Kali Besar). Kedua belahan ini diimbangi, tampaknya karena garis pantai yang tidak rata dan situasi benteng," terang Kehoe.
"Di dalam tembok, blok-blok kota dipisahkan oleh jalan-jalan dan kanal-kanal yang membentang lewat kisi-kisi. Tembok kota memiliki benteng biasa dan dilindungi oleh kanal luar. Benteng ini juga memiliki air yang mengelilinginya."
Source | : | Vox,sumber lain |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR