Baca Juga: Begini Cara Membedakan Tahi Lalat Normal Dengan yang Tanda Kanker
Baca Juga: Perebutan Makanan Juga Bisa Menimbulkan 'Kanibalisme' pada Ikan
Baca Juga: Lapisan Es Greenland Melepaskan Merkuri Berkadar Tinggi ke Sungai
Para peneliti, yang dipimpin oleh Yufei Li selaku ahli epidemiologi dari Brown University, menggunakan data dari NIH-AARP Diet and Health Study di Amerika Serikat, dari peserta yang direkrut antara 1995 dan 1996. Mereka menyusun ini dengan National Death Index dan menyoroti bahwa risiko melanoma ditemukan 22 persen lebih tinggi pada mereka yang makan sekitar 43 gram ikan sehari dibandingkan dengan mereka yang makan dalam jumlah rata-rata, yakni sekitar 3 gram per hari.
Asupan ikan hanya dihitung pada awal penelitian. Jadi jumlah konsumsi ikan para peserta mungkin telah berubah selama masa hidup mereka.
Yang menarik, hubungan antara makan ikan dan kanker kulit ini linier. Itu artinya semakin banyak jumlah tuna yang dikonsumsi, semakin tinggi kejadian kanker, dan konsisten di beberapa faktor demografis dan gaya hidup setelah juga mempertimbangkan risiko-risiko lain seperti jumlah tahi lalat, warna rambut, riwayat kulit terbakar parah, dan perilaku terkait sinar matahari.
Meski demikian, temuan ini sama sekali tidak mengurangi penyebab lain kanker kulit. "Sangat penting bahwa kita tidak membingungkan atau mengaburkan pesan pencegahan," ujar Matthew Browne, CEO Melanoma Institute Australia, memperingatkan dalam komentar tentang penelitian tersebut. "Bukti ilmiahnya jelas - paparan sinar matahari adalah satu-satunya faktor risiko terbesar untuk mengembangkan melanoma."
Source | : | Science Alert |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR