Gereja Besar mengikuti nasib kekaisaran dan kondisinya menurun pada abad terakhir sebelum jatuhnya Konstantinopel.
Pada hari-hari terakhir kekaisaran, mereka yang tidak bisa melawan penjajah Ottoman mencari perlindungan di Hagia Sophia. Semua berkumpul untuk berdoa dan mengharapkan perlindungan dan keselamatan.
Masjid Agung yang dijaga oleh sultan
Setelah penaklukan kota oleh Mehmet II pada tahun 1453, Hagia Sophia diubah menjadi masjid. Status ini dipegangnya sampai jatuhnya Kekaisaran Ottoman pada awal abad kedua puluh.
Selama periode Ottoman, menara dibangun di sekeliling kompleks bangunan, mosaik Kristen ditutupi dengan kapur. “Penopang eksterior ditambahkan untuk dukungan struktural,” Nicolic menambahkan.
Hagia Sophia menjadi milik pribadi sultan Ottoman dan memiliki tempat khusus di antara masjid-masjid Konstantinopel. Tidak ada perubahan yang dapat dilakukan tanpa persetujuan sultan, termasuk penghancuran mosaik-mosaik yang sudah ada.
Pada abad ke-19, Sultan Abdulmejid I memerintahkan restorasi ekstensif Hagia Sophia antara tahun 1847 dan 1849. Pengawasan tugas besar ini diserahkan kepada dua bersaudara arsitek Swiss-Italia, Gaspard dan Giuseppe Fossati. Pada saat ini, delapan medali raksasa baru yang dirancang oleh kaligrafer Kazasker Mustafa Izzet Efendi digantung di bangunan. Medali ini bertuliskan nama Allah, Muhammad, Rashidun, dan dua cucu Muhammad: Hasan dan Husain.
Baca Juga: Hagia Sophia, Wajah Harmoni Peradaban Umat Manusia dalam Budaya Turki
Baca Juga: Benarkah Lupa Mengunci Gerbang Jadi Penyebab Kejatuhan Konstantinopel?
Baca Juga: Negara Terkuat, Bagaimana Para Sultan Membangun Kekaisaran Utsmaniyah?
Baca Juga: Praktik Politik Gelar Keturunan Nabi Muhammad Era Ottoman Turki
Hagia Sophia tidak hentinya mengalami perubahan. Tahun 1935, pemerintah Turki melakukan sekularisasi bangunan, mengubahnya menjadi museum, dan mosaik asli dipulihkan. Upaya besar telah dilakukan untuk penelitian dan restorasi monumen besar ini. Tahun 1931, Mustafa Kemal Atatürk, presiden pertama Republik Turki, mengizinkan Institut Bizantium Amerika untuk mengungkap dan memulihkan mosaik aslinya.
Karya-karya Institut dilanjutkan ke tahun 1960-an oleh Dumbarton Oaks. Pemugaran mozaik Bizantium terbukti menjadi tantangan khusus. “Karena itu berarti penghapusan seni Islam bersejarah,” imbuh Nicolic. Pada tahun 1985, bangunan ini diakui oleh UNESCO sebagai mahakarya arsitektur unik dari budaya Bizantium dan Ottoman.
Hagia Sophia memegang status museum hingga 2020 ketika pemerintah Turki mengubahnya kembali menjadi masjid. Hal ini menimbulkan pro dan kontra akan efek dari perubahan ini. Sekarang, bangunan yang terus mengalami perubahan sepanjang sejarahnya digunakan oleh umat Islam untuk doa dan praktik keagamaan lainnya. Mengikuti aturan yang sudah ditetapkan, pengunjung bisa menikmati keindahan Hagia Sofia, bangunan monumental yang kubahnya menaungi tiga agama.
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR