Nationalgeographic.co.id—Penambang di Angola telah menemukan berlian merah muda besar yang beratnya diperkirakan 170 karat. Berlian merah tersebut mungkin merupakan permata terbesar dari jenisnya yang ditemukan dalam 300 tahun terakhir.
Berlian merah muda ini kemungkinan akan menjadi batu permata termahal yang pernah dijual. Dengan berat tersebut, membuatnya hanya sedikit lebih kecil dari berlian Daria-i-Noor yang memiliki berat 182 karat.
Berlian Daria-i-Noor merupakan berlian merah muda terbesar di dunia yang ditemukan lebih dari 300 tahun lalu. Berlian tersebut saat ini merupakan bagian dari permata nasional Iran.
Menurut pernyataan dari Lucapa Diamond Company, yang memiliki Lulo dan satu tambang berlian lainnya di Angola, berlian baru itu dijuluki Lulo Rose. "Nama tersebut merujuk ke nama tambang Lulo di timur laut Angola tempat berlian itu ditemukan," menurut pernyataan tersebut.
"Hanya satu dari 10.000 berlian yang berwarna merah muda. Jadi, Anda pasti melihat artikel yang sangat langka ketika Anda menemukan berlian merah muda yang sangat besar," kata CEO Lucapa Stephen Wetherall kepada kantor berita The Associated Press.
Batu permata merah muda itu diharapkan memiliki nilai tinggi saat dilelang. Akan tetapi Wetherall mengatakan dia tidak tahu premium seperti apa yang akan dibayarkan karena warnanya.
Lulo adalah tambang aluvial yang berarti batu-batu itu diambil dari dasar sungai. Lucapa sedang mencari deposit bawah tanah, yang dikenal sebagai pipa kimberlite, yang akan menjadi sumber utama berlian, kata Wetherall.
Sejak 2015, proyek penambangan Lulo telah menemukan 27 berlian dengan berat lebih dari 100 karat, termasuk berlian terbesar yang pernah ditemukan di Angola, yaitu "Batu 4 Februari" 404 karat, yang dijual seharga 16 juta dollar pada tahun 2016.
Sementara, Lulo Rose, berlian terbesar kelima yang ditemukan di Lulo, diperkirakan akan dijual dengan harga yang lebih tinggi. Itu karena berlian merah muda relatif langka.
Terkait hal tersebut, para ilmuwan masih belum yakin tentang fenomena yang memberi warna merah pada batu-batu ini.
Pada tahun 1999, penambang di Afrika Selatan menemukan berlian merah muda kasar 132 karat yang kemudian diberi nama The Pink Star. Selama hampir dua tahun, para ahli perlahan-lahan memotong dan menggiling batu itu menjadi permata 59 karat.
Baca Juga: Sejarah Penuh Darah Berlian Terkutuk Kooh-i-Noor yang Dimiliki Inggris
Baca Juga: Pertama Kalinya, Berlian Ditemukan Ada di dalam Berlian Lain
Baca Juga: Bagaimana Bisa Mineral Baru dalam Perut Bumi Muncul ke Permukaan?
Dan pada tahun 2013, The Pink Star terjual sekitar 83 juta dollar di lelang, menjadi satu-satunya batu permata termahal yang pernah dijual.
Menurut pernyataan itu, Lulo Rose juga harus dipotong dari bentuknya yang kasar, yang dapat mengakibatkan beratnya turun hingga setengahnya. Namun bahkan jika Lulu Rose dikurangi menjadi 85 karat, batu merah muda cerah itu terlihat akan tetap mencetak rekor penjualan barunya sendiri.
Manusia telah mengumpulkan dan memperdagangkan berlian sejak 2500 (Sebelum Masehi). Selama ribuan tahun, penampilan mereka yang mempesona dan kelangkaan yang ekstrem membuat mereka menjadi simbol status yang dicari yang hanya mampu dimiliki oleh orang-orang terkaya di dunia.
Berlian terbentuk jauh di bawah tanah, biasanya 100 mil (160 kilometer) atau lebih di bawah permukaan bumi. Ketika deposit karbon terkena panas dan suhu ekstrem di bagian dalam Bumi.
Beberapa berlian mungkin meledak ke permukaan selama letusan gunung berapi, tetapi saat ini sebagian besar ditemukan melalui upaya penambangan di seluruh dunia.
Sekitar 90 juta karat berlian kasar ditambang untuk perhiasan setiap tahun. Penambangan berlian telah menghasilkan lebih dari 300 miliar dollar pendapatan di seluruh dunia.
Namun, menurut laporan yang dirilis pada 2018 oleh lembaga nirlaba Human Rights Watch, kondisi penambangan berlian sering kali berbahaya. Industri ini telah dikaitkan dengan pemindahan penduduk asli, eksploitasi pekerja, polusi, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Source | : | Live Science,The Associated Press |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR