Ekosistem biru punya kekuatan untuk memulihkan kembali keseimbangan iklim, di samping memberdayakan masyarakat lokal. Bakau, lamun, dan terumbu karang adalah penyerap karbon terbesar di Bumi, di luar hutan hijau di daratan.
“Masyarakat lokal adalah jantung dari upaya konservasi kami,” terang Jessica. “CarbonEthics menerapkan model konservasi berbasis masyarakat untuk memberdayakan dan mengembangkan masyarakat pesisir, sehingga mereka dapat menjadi yang terdepan dalam melindungi wilayah pesisir mereka, memastikan ekonomi biru untuk generasi yang akan datang sekaligus memulihkan keseimbangan iklim bagi dunia.”
Baca Juga: Konsep Ekonomi Biru: Solusi Ramah Lingkungan di Laut dan Laju Industri
Baca Juga: Mungkinkah Kelak Sistem Pemerataan Keuangan Dibantu Kecerdasan Buatan?
Baca Juga: Restorasi Mangrove dan Terumbu Karang Memberikan Perlindungan Banjir
Baca Juga: Bagaimana Perubahan Iklim Memengaruhi Air Laut dan Ekosistem?
Demi mewujudkan ekonomi biru yang bisa melestarikan lingkungan sambil memanfaatkannya, CarbonEthics mendorong individu dan institusi untuk mengadopsi gaya hidup rendah karbon. Jessica menerangkan, kini kita bisa menghitung emisi karbon kita sendiri di laman situs CarbonEthics.
Lewat penghitungan emisi karbon, CarbonEthics menghitung karbonnya sendiri. Hingga tahun 2022, mereka telah menanam lebih dari 70.000 bibit karbon biru. Hasilnya, ada sekitar lima juta kilogram karbon dioksida yang berhasil diserap dan meningkatkan pendapatan petani lokal di tempat operasi mereka di Jakarta dan Kepulauan Riau sebesar 22 persen.
"Yang paling penting adalah mulai sadar tentang karbon kita sendiri, coba mengurangi dan menetralisir jejak karbon kita," tuturnya. Dengan menghitung karbon, kita bisa mengetahui bagaimana cara mengurangi dan menetralkan jejak karbon.
"Bertanggungjawablah dengan jejak karbon Anda dengan menghitungnya, lalu menanam Karbon Biru memalui CarbonEthics atau dari organisasi konservasi kredibel lainnya."
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR