Guru memang memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memberikan tugas sebagai bentuk penilaian sekaligus penanaman nilai. Namun, barangkali, tugas yang diberikan terlalu membebani dan menyulitkan siswa, hingga beberapa siswa jatuh sakit karena beban pikiran yang ditanggungnya.
Bertumpuk tugas dengan batas akhir pengumpulan yang tumpang tindih membuat siswa kewalahan. Di sinilah, pendidikan humanis memainkan perannya. Emilda Sulasmi, seorang dosen di Universitas Muhammadiyah Bengkulu, menerbitkan buku berjudul Pendidikan Humanis dalam Pengelolaan Pendidikan di Indonesia (2011).
Dikatakan dalam bukunya: "pendidikan humanis ingin menjadikannya manusia yang merdeka, bebas, dan saling menghargai dengan menjunjung tinggi martabatnya oleh manusia lain." Sudah sewajarnya pendidikan humanis bertujuan untuk memanusiakan manusia.
Melalui coretan, siswa berupaya mengekspresikan keresahan dan keluh kesahnya. Dalam pendidkan humanis, "sebagai pendidik sejati, sudah sepatutnya juga berupaya untuk mendengar dan memahami keresahan siswa," imbuhnya.
Bagaimanapun, guru sebagai pendidik perlu mengedepankan asas humanis sebagai pejuang kemanusiaan. Meski di sisi lain, guru tetap mengarahkan siswa pada norma-norma kebajikan.
Ada upaya dalam penanaman nilai yang membangun kepribadian siswa dan pembentukan karakter yang kuat dalam dirinya.
Melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan guru pula, para siswa dapat menggapai cita-citanya. Hal tersebut dapat dimulai dari guru yang mencoba untuk dekat dan mau mendengarkan kebutuhan pembelajarnya—siswanya.
Dari sana, guru dapat mengupayakan pendidikan yang dinamis dan humanis. Maka, bukan tidak mungkin sekolah dapat mengembalikan motivasi dan semangat diri siswanya untuk giat belajar setelah pandemi.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR