Nationalgeographic.co.id — Ahli ornitologi dari Trinity College Dublin dan Universitas Halu Oleo telah mengidentifikasi beberapa spesies baru burung matahari. Burung berwarna-warni yang dijuluki 'Wakatobi Sunbird' (Cinnyris infrenatus) ini hidup di Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Laporan lengkap penemuan ini telah dijelaskan dalam sebuah makalah di Zoological Journal of the Linnean Society dengan judul "Small islands and large biogeographic barriers have driven contrasting speciation patterns in Indo-Pacific sunbirds (Aves: Nectariniidae)."
Dijelaskan, burung matahari (Nectariniidae) adalah famili burung passerine atau burung pengicau kecil dengan sebaran yang terbentang dari Afrika barat hingga Australia timur. Burung-burung ini terlihat mirip dengan kolibri Amerika dan mengisi ceruk ekologi yang serupa.
Burung jantan sering memiliki bulu yang cerah, dengan bulu warna-warni yang bersinar di bawah sinar matahari. Burung matahari telah dikagumi oleh para naturalis selama berabad-abad.
Tidak hanya itu, bahkan lebih lama lagi oleh para seniman, burung matahari berpunggung zaitun digambarkan dalam relief di Candi Borobudur Jawa, berasal dari abad ke-8 atau ke-9 M, pencarian nektar atau sari bunga oleh burung ini mewakili pencarian Buddha untuk pencerahan.
Namun, peningkatan pengambilan sampel dan metode integratif modern baru sekarang mengungkapkan keragaman sejati dalam spesies ini. Dalam penelitian baru, peneliti Trinity College Dublin Fionn Marcaigh dan rekan mengidentifikasi spesies baru dalam genus Cinnyris.
Burung matahari yang baru ditemukan ini dinamakan Cinnyris infrenatus (nama umumnya adalah burung matahari Wakatobi), burung ini hidup di Kepulauan Wakatobi, sebuah kepulauan laut dalam di Provinsi Sulawesi tenggara.
Para peneliti juga memeriksa olive-backed sunbird (Cinnyris jugularis) dan black sunbird (Leptocoma aspasia), dan menemukan bahwa individu yang dinamai demikian sebenarnya milik beberapa spesies yang tidak dikenal.
"Salah satu temuan utama naturalis Inggris Alfred Russel Wallace disebut sebagai 'Garis Wallace'—batas antara laut dalam dan laut dangkal yang tidak dapat dilintasi banyak hewan, yang menyebabkan perbedaan mencolok pada spesies yang ditemukan di kedua sisinya," kata Marcaigh.
"olive-backed sunbird yang tersebar luas tampaknya merupakan pengecualian, ditemukan jauh dari Tiongkok ke Australia dengan Garis Wallace tepat di tengah jangkauannya."
Baca Juga: Dunia Hewan: Melindungi Burung Terancam Punah dengan Kamuflase Kimia
Baca Juga: Indonesia Menghadapi Ancaman Kepunahan Burung Tertinggi di Dunia
Baca Juga: Dunia Hewan: Penemuan Spesies Baru Burung di Pulau Terisolasi
Penelitian mereka, lanjutnya, bagaimanapun telah menunjukkan bahwa populasi di kedua sisi sebenarnya mewakili dua spesies yang berbeda, sesuai dengan prediksi awal Wallace.
"Burung hitam itu sudah diketahui tunduk pada Garis Wallace, tetapi penelitian menunjukkan bahwa populasi di sekitar Sulawesi adalah spesies yang terpisah dari yang ada di Nugini," kata Marcaigh.
"Meskipun terbelah, burung olive-backed sunbird mencakup rentang yang cukup luas untuk burung sekecil itu."
Selain unik secara genetik, burung matahari Wakatobi juga memiliki bulu yang lebih gelap, memiliki suara yang lebih tinggi, dan sayap yang lebih pendek dibandingkan dengan olive-backed sunbird.
Sayapnya yang pendek mungkin berkontribusi pada keterisolasiannya di Kepulauan Wakatobi sementara olive-backed sunbird melakukan kolonisasi jarak jauh di atas laut.
"Sungguh menakjubkan bahwa masih ada spesies yang menunggu untuk ditemukan di wilayah ini, yang penting bagi biologi evolusioner sejak zaman Wallace," kata Marcaigh.
"Identifikasi burung matahari Wakatobi berfungsi untuk mengingatkan kita bahwa keanekaragaman hayati ada di mana-mana," kata David Kelly dari Trinity College Dublin.
"Burung ini tidak ditemukan di hutan hujan terpencil, tetapi di sepanjang pinggiran kota dan desa yang sibuk."
Source | : | Sci News,Zoological Journal of the Linnean Society |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR