Nationalgeographic.co.id—Para ahli paleontologi telah melaporkan penemuan baru dinosaurus berleher panjang. Spesies baru dinosaurus yang hidup sekitar 166 juta tahun yang lalu ini ditemukan di tempat yang sekarang dikenal sebagai Tiongkok.
Penemuan tersebut dijelaskan para peneliti di jurnal Royal Society Open Science. Jurnal akses terbuka tersebut bisa didapatkan secara daring dengan judul "Re-Examination of Dashanpusaurus Dongi (Sauropoda: Macronaria) Supports an Early Middle Jurassic Global Distribution of Neosauropod Dinosaurs."
Dalam makalahnya, para peneliti menjelaskan bahwa spesies baru dinosaurus berleher panjang ini dinamakan Yuzhoulong qurenensis. Yuzhoulong qurenensis adalah salah satu anggota paling awal dari klad dinosaurus sauropoda Macronaria.
Yuzhoulong qurenensis hidup di tempat yang sekarang disebut Cina selama zaman Jurassic Tengah, sekitar 166 juta tahun yang lalu. Spesies itu termasuk dalam klad Macronaria, sekelompok dinosaurus sauropoda yang diberi nama sesuai diameter besar lubang hidung di tengkorak mereka.
"Macronaria adalah klad dinosaurus sauropoda atau dinosaurus berleher panjang berukuran tubuh raksasa yang didistribusikan secara luas dari Jurassic Akhir hingga Cretaceous Akhir (zaman kapur) secara global," kata penulis senior Xin-Xin Ren, seorang peneliti di Institute of Geology at the Chinese Academy of Geological Sciences.
"Namun, asal-usulnya, diversifikasi awal, dan penyebarannya masih kontroversial."
Sisa-sisa fosil individu sub-dewasa Yuzhoulong qurenensis, termasuk tengkorak yang sebagian terawetkan dengan baik dan 12 tulang belakang punggung, digali di desa Laojun di barat daya Tiongkok.
Spesimen ditemukan di batu lumpur berlanau merah keunguan yang terletak di bagian tengah Formasi Shaximiao Bawah. Batu lumpur adalah konstituen batuan sedimen berbutir halus yang kandungan utamanya adalah lempung dan lanau.
"Yuzhoulong qurenensis memiliki kombinasi fitur yang unik, seperti dua fossa aksesori yang ada di permukaan posterior diapofisis dorsal vertebra dorsal anterior," kata ahli paleontologi.
Penemuan Yuzhoulong qurenensis menyoroti asal-usul dan diversifikasi awal Neosauropoda (klad yang lebih besar yang mencakup Macronaria), salah satu topik paling kontroversial dalam evolusi dinosaurus sauropoda.
Ini menunjukkan bahwa keragaman Neosauropoda Jurasik Tengah secara substansial lebih tinggi daripada yang diakui para ilmuwan sebelumnya. Ini lebih lanjut mendukung bahwa sauropoda mencapai keragaman morfologi dan penyebaran paleogeografis yang lebih cepat dan bervariasi di Jurassic Tengah.
Neosauropoda adalah klad sauropoda yang dominan dengan distribusi global setidaknya sejak Jurassic Akhir. Namun, distribusi dan biogeografinya di Jurassic Tengah tidak jelas karena kurangnya bukti filogenetik untuk taksa neosauropod pada usia ini.
Baca Juga: Paleontolog Menemukan Dinosaurus Pemakan Tumbuhan baru di AS
Baca Juga: Asteroid Chicxulub yang Membunuh Dinosaurus Memicu Tsunami Global
Baca Juga: Hambatan Iklim Mempengaruhi Penyebaran DInosaurus Awal di Bumi
Di Tiongkok, satu-satunya neosauropod Jurassic Tengah yang dilaporkan adalah Lingwulong diplodocoid, telah menantang Hipotesis Isolasi Asia Timur tradisional untuk paleobiogeografi dinosaurus.
"Di sini, berdasarkan analisis filogenetik Dashanpusaurus dongi dari Jurassic Tengah awal di Cina barat daya, kami menunjukkan bahwa takson ini mewakili macronarian yang menyimpang paling awal serta neosauropod terendah secara stratigrafi secara global," tulis peneliti.
Analisis biogeografi, lanjut peneliti, bersama dengan bukti geologis lainnya lebih lanjut menunjukkan bahwa neosauropoda mencapai distribusi global setidaknya pada awal Jurassic Tengah sementara Pangaea masih merupakan daratan yang koheren.
"Meskipun neosauropoda tidak memiliki distribusi global di Jurasik Tengah dibandingkan dengan distribusi yang makmur di Jurasik Akhir, ini mungkin menunjukkan waktu asal dan diversifikasi awal bisa terjadi sejak Jurasik Awal," kata para penulis.
Periode penyebaran yang paling mungkin terjadi, lanjut mereka, adalah pada zaman Bathonian atau lebih awal ketika permukaan laut relatif rendah. "Bagaimanapun, itu semakin merusak gagasan Hipotesis Isolasi Asia Timur," kata para penulis.
Source | : | Sci News,Royal Society Open Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR