Nationalgeographic.co.id—Ketika Aleksander Agung tiba di Mesir pada tahun 332 Sebelum Masehi, dia tidak hanya disambut tetapi juga didewakan. Sang penakluk dari Kerajaan Makedonia kuno itu menggulingkan rezim pendudukan Persia dengan mudah. Ia digambarkan sebagai dewa dan firaun oleh bangsa Mesir kuno meski ia tinggal di Mesir dalam waktu yang singkat. Sepeninggal Aleksander agung, Mesir kuno ternyata memikat seorang jenderal yang ambisius dalam barisannya. Ia adalah Ptolemaios I Soter. Setelah berbagai upaya dilakukan, Ptolemaios I menobatkan diri menjadi firaun. Sejak itu, dinasti Mesir yang baru dimulai: Dinasti Ptolemaik dari Yunani. Bagaimana kehidupan bangsa Mesir kuno di bawah kekuasaan Ptolemaik dari Yunani?
Siapakah Ptolemaios?
Setelah Aleksander Agung meninggal, para jenderalnya membagi provinsi di antara mereka sendiri, dan Ptolemaios mengincar Mesir. Dengan berbagai permainan politik, ia mampu memantapkan dirinya sebagai satrap (perdana menteri) di Mesir.
Pada tahun 305 Sebelum Masehi, setelah membunuh jenderal Aleksander Agung yang tersisa, Ptolemaios menobatkan dirinya sendiri sebagai firaun dari dinasti Mesir yang baru dan merdeka. “Itu adalah dinasti Ptolemaik,” tulis Michael Arnold di laman The Collector.
Keturunannya akan memerintah Mesir selama hampir 300 tahun, yang diakhiri dengan aksi bunuh diri keturunan terakhirnya, Cleopatra.
Ptolemaios menata kembali Mesir kuno
Semuanya dimulai dengan reorganisasi kerajaan. Sebagai permulaan, administrasi kerajaan dipusatkan di sekitar Aleksandria.
Menurut ahli klasik Inggris terkenal Alan K. Bowman, baik pemerintahan maupun ekonomi Ptolemaios sangat terorganisir dan dikontrol dengan ketat. Terjadi peningkatan pembangunan perkotaan di kota-kota Mesir kuno di masa kepemimpinan Ptolemaios.
Ptolemaios membentuk birokrasi baru untuk memerintah. Uniknya, birokrasi itu berbentuk seperti piramida. Tentu saja firaun berada di puncak piramida, diikuti politisi dan menteri yang mengepalai berbagai sektor bisnis, dan menteri daerah disebut strategos pada strata di bawahnya.
Birokrasi begitu rumit bahkan seorang administrator desa pun terdapat di dalamnya dan memiliki jaringan dengan firaun.
Seiring dengan perubahan birokrasi dan pemerintahan, Ptolemaios mengimpor hukum Yunani. “Namun ia tetap berhati-hati dengan tidak menggantikan hukum tradisional Mesir,” ungkap Arnold.
Tindakannya itu menciptakan sistem hukum dua tingkat. Kontrak yang dibuat dalam bahasa Yunani akan diselesaikan menurut hukum Yunani di pengadilan Yunani, yang disebut chrematistai. Sementara itu, kontrak yang dibuat dalam bahasa Demotik mengikuti hukum kerajaan dan diselesaikan di pengadilan Mesir, laokriti.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR