Nationalgeographic.co.id—Dalam misi menyelamatkan Hongaria dan Rumania dari Ottoman, Austria harus berjuang ekstra keras. Pasalnya, tentara Turki tengah dikenal karena kekuatan perangnya.
Sang kaisar juga langsung turun tangan dalam pertempuran. Kaisar Austria, Joseph II memimpin sendiri pasukannya yang merupakan pasukan gabungan dari beberapa etnis di Eropa.
Sebutlah "tentara Serbia, Kroasia, Italia, dan Slovakia bergabung dalam barisan perangnya," tulis Mehmet Hasan Bulut kepada Daily Sabah dalam artikel berjudul Battle of Karansebes: Easiest victory in Ottoman history, terbit pada 25 Oktober 2021.
Namun sebelum bertempur, para tentara gabungan Austria berjumlah 80.000, kelelahan dan kehilangan semangat karena wabah penyakit meski akhirnya tiba di lembah Karansebes, yang sekarang dikenal sebagai kota Caransebeş di Rumania.
Mereka mengetahui bahwa tentara Turki, di bawah komando Serdar-ı Ekrem (gelar yang diberikan kepada wazir yang bertindak sebagai panglima perang) Koca Yusuf Pasha, dekat dengan mereka. Mereka bermalam di tepi Sungai Timiş.
"Itu adalah malam yang gelap karena bulan tidak terlihat," tambahnya. Kaisar bertujuan untuk memindahkan perang ke Wallachia dengan menyerang Turki di gelapnya malam itu.
Para jenderal tentara Austria berkumpul di tenda kaisar untuk membahas rencana pertempuran. Semua orang yakin akan kemenangan yang akan datang dan mengira mereka akan kehilangan sedikit nyawa.
Saat para jenderal sedang menyusun rencana penyerangan di dalam tenda, pasukan kavaleri berkuda telah berangkat lebih dulu dengan menyeberangi sungai untuk mencari orang Turki.
Alih-alih menemukan target penyerangan, pasukan Ottoman, mereka malah bertemu dengan orang-orang Vlach Roma. Orang Roma ini menawarkan dagangannya: minuman keras dan wanita kepada pasukan kavaleri ini.
Setelah proses tawar-menawar singkatnya, mereka mencapai kesepakatan. Turun dari kudanya, anggota unit kavaleri mulai minum dan bercumbu dengan wanita-wanita yang ditawarkan orang-orang Roma.
Beberapa jam kemudian, unit tentara Rumania lainnya mulai menyeberangi sungai. Mereka melihat prajurit berkuda tengah dilanda mabuk. Tentara Rumania meminta untuk berbagi minuman dengan prajurit Kavaleri yang sedang asyik.
Akibat tak mau berbagi mirasnya, Tentara Rumania berteriak, "Turcii! Turcii!" untuk menakut-nakuti prajurit berkuda dan mengambil alih minuman mereka. Sementara itu, seorang tentara Rumania yang malah terkejut, menembakkan senjatanya.
Saat tengah malam, dalam kondisi mabuk, pasukan kavaleri yang mendengar suara tembakan, mengira tentara Rumania di depan mereka adalah tentara Ottoman yang menyamar sebagai bagian dari tentara Austria.
Tiba-tiba kepanikan menguasai para prajurit berkuda dan mereka semua berlari menuju jembatan untuk menyeberangi sungai. Mencoba menenangkan para prajurit, para perwira Austria berteriak, "Berhenti! Berhenti!."
Baca Juga: Negara Terkuat, Bagaimana Para Sultan Membangun Kekaisaran Utsmaniyah?
Baca Juga: Bahasa Persia Menghubungkan Negeri Safawi, Mughal, hingga Ottoman
Baca Juga: Lelakon Ambisi Ottoman Turki dalam Pengepungan Konstantinopel
Baca Juga: Tradisi Ottoman dalam Merayakan Akhir Ramadan dan Momen Lebaran
Sayangnya, sebagian besar tentara berkuda (orang Italia, Kroasia dan Serbia) tidak tahu sepatah kata pun dalam bahasa Jerman. Mereka mengira para perwira itu berteriak, "Allah! Allah!”, yang biasa diteriakkan tentara Turki, menyebabkan sejumlah kekacauan.
Seorang komandan, yang melihat kekacauan dari jauh, mengira bahwa orang Turki benar-benar datang dan memerintahkan untuk menembakkan meriam.
Tentara berkuda yang berhamburan karena panik, mulai berteriak "Orang Turki! Orang Turki! Lindungi dirimu!" Tragedi tembak-menembak begitu mencekam tak terelakkan di antara tentara Austria.
Tentara Ottoman datang ke lokasi pertempuran dua hari kemudian. Betapa terkejutnya para tentara Turki Ottoman.
Mereka menemukan 10.000 tentara Austria tergeletak tak bernyawa di depan mereka. Dengan demikian, Pertempuran Karansebes tercatat dalam sejarah Utsmaniyah sebagai kemenangan termudah mereka.
Source | : | Daily Sabah |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR