Nationalgeographic.co.id—Qin Shi Huang menjadi kaisar pertama yang menyatukan seluruh Tiongkok. Mengubah kumpulan mantan musuh menjadi satu bangsa yang bersatu tentu saja bukan pekerjaan mudah. Bahkan, selama masa pemerintahannya, ia masih menerapkan kekejaman seperti sebelum Kekaisaran Tiongkok terbentuk. Salah satu contohnya adalah ketika kaisar Tiongkok Qin Shi Huang membakar buku dan mengubur hidup-hidup para cendekiawan.
Tantangan di masa pemerintahan Kaisar Qin Shi Huang
Menyatukan dan memerintah sekelompok negara yang berbeda bukanlah tugas yang mudah. Ia harus menyatukan beragam pemimpin dan suku bangsa yang berbeda-beda.
Hal ini memerlukan banyak perubahan hukum dan hierarki, inovasi dan standarisasi. Itu termasuk penerapan mata uang tunggal, pengukuran standar, dan bahasa tertulis yang umum.
Ia memulai proyek raksasa untuk menciptakan jaringan jalan raya seluas kekaisaran. Tujuannya agar bisa mengontrol wilayah kekaisarannya yang luas.
Pejabat kaisar pertama ditugaskan untuk menerapkan dan mengedarkan seperangkat hukum ketat. “Tujuannya adalah untuk menyatukan kekaisaran dan menjaga ketertiban,” Olivia Barrett di laman The Collector.
Serangkaian tur untuk melakukan inspeksi
“Pada tahun 220, Qin Shi Huang melakukan yang pertama dari serangkaian tur inspeksi kekaisaran,” ungkap Claudius Cornelius Müller di laman Britannica.
Sambil mengawasi konsolidasi dan organisasi kekaisaran, dia tidak lalai melakukan pengurbanan di berbagai tempat suci. Sang kaisar mengumumkan kepada para dewa bahwa dia akhirnya menyatukan kekaisaran. Di saat yang sama, Qin Shi Huang mendirikan loh batu dengan prasasti ritual untuk memuji pencapaiannya.
Motif lain dari perjalanan Qin Shi Huang adalah minatnya pada sihir dan alkimia juga pencarian ramuan keabadian. Setelah kegagalan ekspedisi semacam itu ke pulau-pulau di Laut Timur pada tahun 219, kaisar berulang kali memanggil para penyihir ke istananya. Cendekiawan Konfusius mengutuk keras segala aktivitas perdukunan itu.
Qin Shi Huang berusaha mengendalikan rakyat
Kontroversi terus-menerus antara kaisar dan cendekiawan Konfusius yang menganjurkan untuk kembali ke tatanan feodal lama terus berlanjut.
Mengikuti saran penasihat utamanya Li Si, Qin Shi Huang memerintahkan sebagian besar buku yang sudah ada sebelumnya untuk dibakar. Ini untuk menghindari perbandingan para cendekiawan tentang pemerintahannya dengan masa lalu.
Buku-buku yang lolos dari pemusnahan adalah buku-buku tentang astrologi, pertanian, kesehatan, ramalan, dan sejarah negara bagian Qin. Memiliki Buku Lagu atau Klasik Sejarah akan dihukum sangat berat.
Perselisihan memuncak dengan pembakaran buku-buku terkenal tahun 213. Saat itu, atas saran Li Si, semua buku yang tidak berhubungan dengan pertanian, kesehatan, atau ramalan dibakar. “Yang tersisa hanya catatan sejarah Qin dan buku-buku di perpustakaan kekaisaran,” tambah Müller.
Sebagai kaisar pertama Tiongkok, ia tampaknya masih menerapkan kekejaman di masa lalu. Ia melakukan segala upaya agar dapat mengendalikan pikiran rakyat. Tujuan pembakaran buku juga untuk “merampas” pengetahuan rakyat dan menekan segala filosofi yang bertentangan dengan Legalisme.
Pertentangan dengan cendekiawan Konfusius terus berlanjut
Kekejaman Qin Shi Huang tidak berkurang di kekaisaran yang baru. Tidak heran jika banyak cendekiawan tidak menyukai kaisar baru Tiongkok itu.
Mereka melontarkan kritik terhadap pemerintah pusat dan menyerukan diakhirinya tirani intelektual kekaisaran. Akibatnya, setiap kritik terhadap kaisar dianggap ilegal dan dikenakan hukuman yang berat.
“460 sarjana diseret keluar dari rumah mereka dan ditarik ke ibu kota,” ujar Barret. Di sana, sebuah lubang besar telah menunggu. Kaisar menyuruh orang-orang terbijak di kekaisaran dilemparkan ke dalam lubang dan dikubur hidup-hidup.
Baca Juga: Misteri Makam Kaisar Tiongkok Qin Shi Huang, Benarkah Penuh Merkuri?
Baca Juga: Hilangnya Simbol Mandat dari Surga Milik Kaisar Tiongkok Qin Shi Huang
Baca Juga: Mengapa Arkeolog Enggan Membuka Makam Kaisar Pertama Tiongkok?
Baca Juga: Kisah Kaisar Qin Shi Huang, si Pencari Keabadian yang Bernasib Tragis
Menurut Wei Hong, cendekiawan Konfusius, jumlahnya bahkan mencapai 700 orang. Fusu, sang putra, menasehati ayahnya. Menurutnya, saat itu kekaisaran baru bersatu dan musuh masih belum dikalahkan sepenuhnya. Tindakan keras yang dijatuhkan pada mereka yang menghormati Konfusius akan menyebabkan ketidakstabilan.
Alih-alih mengubah pikiran sang ayah, ia dikirim untuk menjaga perbatasan di pengasingan secara de facto.
Tahun-tahun terakhir kehidupan Qin Shi Huang didominasi oleh ketidakpercayaan yang terus tumbuh terhadap pemerintahnya. Ada tiga upaya pembunuhan hampir berhasil. Ia pun mengasingkan diri dari orang-orang.
Hampir tidak dapat diakses di istananya yang besar, kaisar menjalani kehidupan bak manusia setengah dewa. Pada tahun 210 Qin Shi Huang meninggal saat melakukan tur inspeksi kekaisaran.
Meski kontroversial dan sangat kejam, Qin Shi Huangdi sangat penting untuk pembentukan Tiongkok. Tanpa bimbingan tangan besi dari kaisar Tiongkok pertama, mungkin tidak akan ada Tiongkok seperti sekarang ini.
Pemerintahan dan dinastinya singkat, namun warisannya bisa kita rasakan hingga zaman modern. Salah satunya adalah Tembok Besar Tiongkok yang legendaris itu.
Source | : | britannica,The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR