Nationalgeographic.co.id—Antara tahun 1650 dan 1200 SM, bangsa Het adalah salah satu kekuatan besar di dunia kuno selama hampir lima Abad. Kerajaannya berpusat di Anatolia, wilayah yang mencakup sebagian besar Turki Modern.
Anatolia saat ini adalah nama kawasan yang terletak di Asia Barat Daya Turki. Namun pada masanya, wilayah tersebut memiliki interkoneksi politik dan sosial ekonomi di seluruh Timur Dekat kuno dan Mediterania Timur.
Dalam penelitian baru, para ilmuwan menganalisis lebar cincin dan catatan isotop stabil dari pohon juniper kuno yang ditemukan dari penggalian arkeologi di situs Gordion di Anatolia tengah, sekitar 230 km barat ibu kota Het, Hattusa.
Para peneliti mengidentifikasi periode kering terus menerus yang luar biasa parah dari sekitar 1198 hingga 1196 SM. Penelitian ini dijelaskan dalam makalah yang diterbitkan dalam jurnal Nature.
Kerajaan Het berpusat di Anatolia tengah, Turki, dengan ibu kotanya di Hattusa, diakui baik dari peninggalan arkeologi yang kaya maupun sumber tekstual sebagai salah satu kekuatan Dunia Lama utama di Mediterania Timur dan Timur Dekat antara tahun 1650 dan 1200 SM.
Pada puncaknya, orang Het mempertahankan kendali atas Anatolia tengah, selatan, dan tenggara, Levant utara, dan Suriah utara, dengan hampir semua Anatolia berada di bawah pengaruh Het.
Selama masa ini, Kerajaan Het bersaing dengan Kerajaan Mesir untuk mendapatkan dominasi sosiopolitik di Timur Dekat, sebuah perjuangan yang memuncak dalam pertempuran terbesar pada zaman itu di Kadesh di Suriah pada awal abad ke-13 SM.
Sekitar atau tidak lama setelah 1200 SM, Kerajaan Het dan sistem administrasi pusatnya runtuh. Pemerintahan raja terakhir yang diketahui, Suppiluliuma II yang dimulai sekitar tahun 1207 SM.
Sebuah prasasti penguasa Mesir Ramses III, tertanggal 1188 atau 1177 SM, tergantung pada pemilihan dan perdebatan dalam sejarah dan kronologi Mesir, mencantumkan orang Het di antara mereka yang tersapu oleh 'Masyarakat Laut' sebelum mereka menyerang Mesir.
Akhir pemukiman di ibu kota Het Hattusa sendiri telah menjadi topik utama penelitian sejarah.
Lama dianggap sebagai korban serangan, baik oleh masyarakat laut atau perampok lokal Anatolia, penyelidikan arkeologi sekarang menunjukkan bahwa kota itu ditinggalkan dan dikosongkan dan baru kemudian dibakar.
Source | : | Nature,Sci News |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR