Nationalgeographic.co.id—Dari dinasti Qin pada 221 Sebelum Masehi hingga dinasti Qing pada 1912, Tiongkok dipimpin oleh ratusan kaisar. Sebagian besar kaisar Tiongkok beretnis Tionghoa, meskipun beberapa juga Mongol atau Manchu. Beberapa upaya ditempuh untuk bisa menduduki takhta Putra Langit, mulai dari warisan hingga perebutan kekuasaan. Banyak kisah kaisar Tiongkok yang aneh dan menarik dicatat dalam sejarah.
Beberapa di antaranya secara radikal mengubah sejarah kekaisaran, sementara yang lain berakhir hanya sebagai catatan kaki. Banyak yang kompeten dan cerdas. Yang lainnya kejam dan malas. Kisah mereka bisa disimak di sini.
Kaisar Xuantong, kaisar terakhir Tiongkok
Xuantong, lebih dikenal dengan nama pribadinya Henry Puyi, adalah kaisar terakhir Tiongkok. Pada usia 3 tahun, Puyi naik takhta setelah kematian pamannya Guangxu pada November 1908.
“Dinasti Puyi, Qing yang dipimpin oleh Manchu, telah lama mengalami penurunan pada saat itu,” tulis Tristan Shaw di laman Listverse. Pada bulan Oktober 1911, sebuah revolusi demokrasi pecah, dan Puyi turun tahta hanya beberapa bulan kemudian sebagai bagian dari negosiasi perdamaian. Setelah lebih dari 2.000 tahun sebagai monarki, Tiongkok menjadi sebuah republik.
Meskipun tidak berdaya, Puyi diizinkan untuk mempertahankan gelarnya sebagai Kaisar Xuantong. Pemerintah republik yang baru juga mengizinkannya tinggal di Kota Terlarang (Forbidden City) dengan tunjangan tahunan.
Kehidupan Puyi cukup nyaman dan damai sampai ia terpaksa pindah ke kota Tianjin pada tahun 1924. Selama waktu itu, Tianjin dibagi menjadi berbagai konsesi asing yang berbeda. Puyi tetap tinggal di bagian kota yang dikuasai Jepang sampai tahun 1931.
Pada tahun 1932, Jepang menguasai Manchuria, tanah air leluhur Puyi dari etnis Manchu. Oleh Jepang, Puyi diangkat menjadi kaisar Manchukuo. Meski demikian, ia hanyalah seorang kaisar boneka yang diperalat Jepang. Tentu saja tindakan Jepang dan Puyi membuat murka rakyat Tiongkok saat itu.
Setelah Perang Dunia II usai, Soviet menahan Puyi di Uni Soviet selama lima tahun. Pada 1950, Soviet akhirnya mengembalikan Puyi ke Tiongkok. Di sana, ia menghabiskan waktu di penjara selama hampir satu dekade.
Setelah dibebaskan, Puyi bekerja sebagai tukang kebun di Kebun Raya Beijing. Dia menghabiskan beberapa tahun terakhir hidupnya dalam kesunyian, merilis otobiografi dan meninggal karena kanker pada tahun 1967.
Kaisar Hongwu yang mengusir Mongol dari takhta kekaisaran
Source | : | Listverse |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR