Nationalgeographic.co.id—Bekerja dari rumah dapat menghemat energi dan mengurangi emisi. Tapi seberapa banyak?
Saat krisis Covid-19 menyebar ke seluruh dunia, banyak orang mulai bekerja dari rumah. Ini berdampak langsung pada penurunan penggunaan energi, terutama di sektor transportasi.
Lalu muncullah sebuah pertanyaan besar. Sebenarnya apa implikasinya terhadap penggunaan energi dan emisi gas rumah kaca jika banyak orang terus bekerja dari rumah secara teratur di tahun-tahun mendatang?
Pemodel energi Daniel Crow dan Ariane Millot dari World Energy Outlook (WEO) pernah menganalisis bahwa bagi orang-orang yang bepergian dengan mobil, bekerja dari rumah cenderung mengurangi jejak karbon dioksida (CO2). Hal ini terutama jika perjalanan mereka ke tempat kerja lebih dari 6 kilometer.
Namun, untuk perjalanan singkat dengan mobil atau yang dilakukan dengan transportasi umum, bekerja dari rumah dapat meningkatkan emisi CO2 karena konsumsi energi rumahan yang ekstra.
"Dengan menganalisis tren komuter dan data pasar tenaga kerja, kami menemukan bahwa jika setiap orang yang dapat bekerja dari rumah di seluruh dunia melakukannya hanya satu hari dalam seminggu, ini akan menghemat sekitar 1% konsumsi minyak global untuk transportasi penumpang jalan raya per tahun," tulis Crow dan Millot di laman International Energy Agency (IEA).
"Mempertimbangkan peningkatan ini akan membawa penggunaan energi oleh rumah tangga, dampak keseluruhan pada emisi CO2 global akan menjadi penurunan tahunan sebesar 24 juta ton (Mt) – setara dengan sebagian besar emisi CO2 tahunan Greater London," ungkap mereka.
Baca Juga: WFH Tiga Hari Sepekan Lebih Hemat Energi dari Beralih ke Mobil Listrik
Baca Juga: Pengalaman WFH Ternyata Tidak Sama Pada Pasangan Suami Istri
Baca Juga: Bekerja Dari Rumah, Berikut Cara Mengatur Tim Agar Tetap Produktif
Ini adalah penurunan yang mencolok, tetapi kecil dalam konteks pengurangan emisi yang akan diperlukan untuk menempatkan dunia pada jalur menuju pemenuhan tujuan utama energi dan iklim berkelanjutan jangka panjang.
Namun jika setiap orang yang dapat bekerja dari rumah melakukannya lebih dari satu hari dalam seminggu, pengurangan emisi kemungkinan besar akan lebih besar secara proporsional.
Namun, pergeseran yang signifikan dan berkelanjutan ke arah bekerja dari rumah dapat berdampak di tempat lain dalam sistem energi. Misalnya terkait dengan moda transportasi pilihan dan permintaan ruang kantor.
Kuncitara, masa kerja, dan permintaan energi
Krisis Covid-19 memiliki konsekuensi yang mengejutkan bagi sektor transportasi. Kuncitara (lockdown) oleh pemerintah memicu penurunan 50% hingga 75% lalu lintas jalan raya di seluruh dunia.
Pada bulan April 2020, dengan sekitar sepertiga dari populasi global terkunci total, penggunaan bensin turun lebih dari 9 juta barel per hari. Ini merupakan penurunan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Permintaan solar juga turun 6 juta barel per hari.
Dampak terhadap lalu lintas jalan pada jam sibuk bahkan lebih mencolok. Kota-kota besar mengalami penurunan kemacetan pada jam-jam sibuk sebesar 65% hingga 95%.
Ada juga penurunan luas dalam polusi udara dari lalu lintas jalan. Salah satu yang paling curam adalah di New Delhi, di mana tingkat rata-rata nitrogen dioksida sekitar dua pertiga lebih rendah selama penguncian dibandingkan dengan minggu-minggu sebelumnya.
Kuncitara juga memengaruhi permintaan perumahan akan energi. Meskipun konsumsi listrik secara keseluruhan anjlok sebesar 20% atau lebih, utilitas energi melaporkan peningkatan permintaan perumahan akibat orang-orang menghabiskan lebih banyak waktu di rumah.
Pola permintaan per jam pada hari kerja mirip dengan hari Minggu biasa. Di beberapa bagian Amerika Serikat, rata-rata penggunaan listrik perumahan pada hari kerja naik 20% hingga 30%. Di Inggris Raya, konsumsi listrik perumahan melonjak 15% pada hari-hari setelah kuncitara dimulai.
Tidak ada jaminan bahwa penggunaan mobil akan tetap rendah segera setelah lockdown. Didorong oleh risiko kesehatan yang dirasakan, peralihan dari angkutan umum dapat berlanjut karena permintaan mobilitas kembali normal, yang mengarah pada peningkatan konsumsi minyak.
Sebuah survei di Tiongkok oleh firma riset pasar Ipsos melaporkan penurunan 57% dalam pangsa perjalanan yang dilakukan dengan bus dan metro. Namun pangsa perjalanan oleh mobil pribadi menjadi dua kali lipat.
Secara global, jika 10% perjalanan bus dilakukan dengan mobil, ini akan menambah sekitar 700.000 barel per hari untuk permintaan bahan bakar mobil. Ini kira-kira 3% dari jumlah total minyak yang digunakan untuk transportasi jalan penumpang pada tahun 2019.
Dampak Bekerja dari Rumah
Dampak kerja di rumah pada transportasi sangat bervariasi tergantung pada wilayah dan waktu tahun. Di Amerika Serikat, rata-rata perjalanan satu arah dengan mobil adalah sekitar 18 kilometer, dan lebih dari tiga perempat pengendara mobil bepergian sendirian, menurut Biro Sensus AS.
Di Eropa, perjalanan mobil satu arah rata-rata adalah 15 kilometer, sedangkan di Tiongkok adalah 8 kilometer, dengan variasi besar antara perjalanan perkotaan dan pedesaan.
Perbedaan efisiensi bahan bakar juga penting. Sebab, rata-rata mobil di Amerika Serikat mengkonsumsi sekitar 45% lebih banyak bahan bakar daripada rata-rata di Eropa untuk perjalanan dengan panjang yang sama.
Penggunaan AC pada mobil juga memiliki dampak material pada konsumsi bahan bakar, berkisar antara 3% dari keseluruhan konsumsi tahunan di iklim yang lebih dingin hingga 20% pada yang lebih panas. AC mobil dapat memuncak lebih dari 40% konsumsi bahan bakar di iklim hangat dan lalu lintas yang padat.
"Kami memperkirakan bahwa sekitar 4% dari total konsumsi bahan bakar untuk bepergian dengan mobil di Amerika Serikat, Tiongkok, dan Eropa pada tahun 2019 adalah untuk AC mobile," tulis Crow dan Millot.
Di sisi perumahan, satu hari bekerja dari rumah dapat meningkatkan konsumsi energi rumah tangga antara 7% dan 23% dibandingkan dengan hari bekerja di kantor. Namun ini tergantung pada perbedaan regional dalam ukuran rata-rata rumah, kebutuhan pemanasan atau pendinginan, dan efisiensi peralatan.
Di sebagian besar dunia, permintaan ekstra di musim dingin lebih besar daripada di musim panas, karena pemanasan ruang, dan campuran energi di musim dingin biasanya bergeser lebih ke arah bahan bakar fosil.
Namun, di AS, penggunaan pendingin udara yang meluas menghasilkan permintaan listrik yang lebih tinggi di musim panas daripada di musim dingin.
Di Tiongkok, prevalensi pemanasan distrik -yang kemungkinan akan tetap diaktifkan terlepas dari apakah sebuah rumah tangga ditempati atau kosong di siang hari- mengurangi dampak energi dari bekerja dari rumah di musim dingin.
Untuk bepergian dengan mobil, sehari bekerja dari rumah rata-rata akan mengurangi konsumsi energi dan emisi CO2.
Namun, untuk perjalanan singkat dengan mobil (kurang dari 6 kilometer di Amerika Serikat, 3 kilometer di Uni Eropa, dan 2 kilometer di Tiongkok), serta bagi mereka yang naik transportasi umum, bekerja dari rumah dapat menyebabkan peningkatan kecil dalam emisi sebagai akibat dari penggunaan energi perumahan tambahan.
Di tingkat rumah tangga, dampak bekerja dari rumah pada permintaan energi sangat bervariasi menurut banyak faktor yang terkait dengan musim dan wilayah. Tapi apa efek global jika bekerja dari rumah menjadi tren bagi masyarakat luas?
Jawaban untuk pertanyaan ini sebagian tergantung pada berapa banyak orang yang dapat bekerja dari rumah.
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), sebelum pandemi Covid-19, diperkirakan 8% dari tenaga kerja global bekerja secara eksklusif atau terutama dari rumah. Tentu ada perbedaan persentase besar antara masing-masing negara.
Baca Juga: WFH Tiga Hari Sepekan Lebih Hemat Energi dari Beralih ke Mobil Listrik
Baca Juga: Pengalaman WFH Ternyata Tidak Sama Pada Pasangan Suami Istri
Baca Juga: Selidik Lempeng Tembaga Mengubah Karbon Dioksida Menjadi Bahan Bakar
Baca Juga: Menyulap Limbah Padi Indonesia Menjadi Energi Listrik Berbiaya Rendah
Misalnya, sekitar 5% pekerja di Tiongkok bekerja dari rumah, dibandingkan dengan 14% di Belanda.
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Jonathan Dingel dan Brent Neiman di University of Chicago serta penelitian oleh Organisasi Perburuhan Internasional dan lainnya, diperkirakan bahwa sekitar 20% pekerjaan secara global berpotensi dilakukan dari rumah.
Ini berkisar dari sekitar 10% di Afrika sub-Sahara hingga lebih dari 45% di negara-negara Eropa terkaya. Secara keseluruhan, ada korelasi positif antara potensi untuk bekerja dari rumah dan PDB per kapita.
"Ini mencerminkan perbedaan dalam struktur ekonomi dan pekerjaan negara-negara, serta kesiapan digital (misal akses internet broadband, kepemilikan komputer), dan faktor struktural lainnya (misal situasi perumahan, jenis pekerjaan berbasis rumah lainnya)," tulis Crow dan Millot.
Bekerja dari rumah biasanya akan mengurangi permintaan energi bersih untuk rumah tangga yang bepergian dengan kendaraan bermotor. Tetapi untuk orang yang mengambil transportasi umum, kemungkinan akan meningkatkan permintaan energi bersih, meskipun perbedaan regional dan musiman signifikan.
"Namun, dengan mempertimbangkan hal ini, kami menemukan bahwa selama tahun rata-rata, energi keseluruhan yang dihemat sebagai akibat dari perjalanan yang lebih sedikit masih sekitar empat kali lebih besar dari peningkatan konsumsi energi perumahan," simpul mereka.
Source | : | International Energy Agency |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR