Nationalgeographic.co.id—Masalah kebebasan beragama rupanya bukan hal baru. Di era Dinasti Tang, misalnya, pengikut Buddha sempat mengalami penindasan oleh Kaisar Tiongkok Wuzong. Meski ia adalah kaisar yang cakap dalam mengembangkan kekaisaran, tindakannya ini mencoreng pemerintahannya. Seperti apa kisahnya?
Pangeran Li Yan yang periang dengan masa muda yang bahagia
Sebagai cucu Kaisar Xianzong dari Tang, Li Yan (814 — 846) tidak pernah dianggap sebagai pewaris takhta. Pasalnya, ia bukan pangeran tertua atau paling berbakat.
Karena itu, sang pangeran menjalani kehidupan yang bebas dan mewah sampai berusia 26 tahun. Selama periode ini, ia memiliki banyak teman di luar dunia politik. Pangeran muda juga kerap berkeliling ke banyak tempat di Tiongkok.
Selama perjalanannya, dia juga bertemu dengan cinta dalam hidupnya. Ia adalah penyanyi cantik dan cerdas bernama Wang. Li Yan pun membawanya kembali ke istananya.
Selama 20 tahun berikutnya setelah Kaisar Xianzong meninggal, ayah Li Yan dan dua kakak laki-laki naik takhta berturut-turut.
Ayahnya adalah raja yang konyol dan tidak bertanggung jawab. Ia hanya menikmati berbagai permainan dan kehidupan mewah. Pemerintahannya tidak berumur panjang karena sang kaisar meninggal di usia muda.
Melansir dari China Fetching, pemerintahan kakak tertua Li Yan juga tidak berumur panjang. Ia naik takhta tetapi segera dibunuh oleh beberapa kasim yang kuat.
Setelah itu kakak tertua kedua Li Yan menjadi kaisar berikutnya. Ia adalah kaisar yang rajin, saleh, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk memimpin. Dengan segera, kaisar baru itu menjadi boneka kasim kuat bernama Qiu.
Penobatan tidak terduga dan pengambilan kekuasaan
Pada tahun 840, kakak tertua kedua Li Yan meninggal. Kemudian kasim Qiu memalsukan surat wasiat dan mendukung Li Yan sebagai kaisar baru.
Mengapa si kasim begitu bersemangat mendukung Li Yan? Selama ini, tidak ada yang mendukung sang pangeran muda. Ia tidak pernah diharapkan untuk menduduki takhta. Orang-orang juga menganggapnya tidak cerdas, kurang berani, serta tidak memiliki sumber daya politik yang kuat.
Source | : | Britannica,China Fetching |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR