Nationalgeographic.co.id—Kasim yang manipulatif, pemberontakan dan tentara yang membelot adalah beberapa hal yang umum dialami oleh kaisar Tiongkok. Bahkan Kaisar Zhaozong dari Dinasti Tang (867—904) harus mengalaminya di saat kejayaan dinastinya mulai menurun. Meski ambisius dan berkemauan keras, ia tidak berhasil menyelamatkan dinastinya dari kehancuran.
Naik takhta di tengah kekacauan
Dilahirkan dengan nama Li Ye, pangeran remaja ini memiliki kakak laki-laki yang menjadi kaisar. Saat itu, terjadi pemberontakan besar-besaran yang menghancurkan kekaisaran dan kaum bangsawan.
Mengikuti saudaranya, Li Ye melarikan diri dari ibu kota. Saat itu, sang pangeran menghadapi banyak momen hidup dan mati di mana ia menunjukkan keberanian dan bakatnya.
Beberapa tahun kemudian, mereka akhirnya disambut kembali ke ibu kota. Namun tak lama kemudian kakak laki-lakinya meninggal dunia. Li Ye yang berusia 21 tahun didukung menjadi kaisar baru. Digelari Kaisar Zhaozong, ia berambisi memulihkan properti kekaisaran.
Kaisar-kaisar sebelum Zhaozong mewariskan kekaisaran yang kacau. Saat itu, kekaisaran jatuh, kasim memiliki banyak kekuasaat di pusat, serta banyak pemberontakan petani. Ditambah, para panglima perang menguasai tanah dan otoritas.
Meski menghormati Kaisar Zhaozong, semua pejabat tidak pernah mendengarkannya. Oleh karena itu, Zhaozong menghabiskan sebagian besar uangnya untuk mengatur 100.000 tentara.
Kaisar menundukkan kasim dan panglima perang yang kuat
Musuh pertama Zhaozong adalah kasim paling kuat, Yang. Kasim Yang memanipulasi pemerintah pusat dan kekuatan militer yang kuat.
Kaisar muda itu menominasikan pamannya untuk membantu melemahkan otoritas Yang. Sayangnya, Yang mengetahui dan membunuh paman Zhaozong beserta seluruh keluarganya.
Kaisar kemudian menarik pendukung terbesar Yang dan mengasingkan hubungan mereka, membuat Yang marah dan bersekutu dengan beberapa pasukan militer untuk memberontak.
Oleh karena itu, Zhaozong memerintahkan beberapa panglima perang untuk mengalahkan pemberontakan ini. Sekitar setahun kemudian, dia berhasil melenyapkan Yang dan pasukan kasim manipulatifnya yang besar.
Namun, para panglima perang itu terus berkembang. Mereka memiliki tentara, wilayah, dan kekuatan administratif yang independen.
Dengan bantuan beberapa panglima perang yang setia, pasukan berperang melawan panglima perang yang paling mengancam dan tidak patuh.
Sayangnya, para panglima perang itu tidak berdedikasi atau setia. Di sisi lain, kaisar juga tidak memiliki jenderal yang berbakat dan dapat diandalkan. Ini menjadi masalah terutama ketika tentara di pasukannya masih belum berpengalaman. Tak lama kemudian, 100.000 pasukan kerajaannya tewas setelah dua kegagalan tragis.
Menjadi kaisar boneka yang terhina
Setelah kegagalan yang signifikan itu, Zhaozong menjadi kaisar boneka yang dimanipulasi oleh para panglima perang. Dalam beberapa tahun berikutnya, dia disandera dan dipenjara. Para pangeran dari Dinasti Tang pun dibunuh.
Terakhir, panglima Zhu Wen menang atas yang lain dan mengambil sang kaisar di bawah kendalinya. Kaisar Zhaozong terpaksa mencalonkan Zhu Wen sebagai menteri terkuat Dinasti Tang.
“Awalnya, Zhu Wen adalah pengikut pemberontak Tang besar Huang Chao,” ungkap Swati Chopra di laman Britannica.
Zhu Wen kemudian memaksa Kaisar Zhaozong untuk pindah dari ibu kota Tang. Ia menghancurkan kota Chang’an dan istana sebelum mereka pergi. Puluhan ribu warga sipil yang tinggal di ibu kota, Chang'an, juga dipaksa bermigrasi.
“Istana kekaisaran yang luar biasa, Istana Daming, dirobohkan dan dibakar,” tambah Chopra.
Dibangun pada awal Dinasti Tang, itu adalah tempat tinggal kaisar Tang selama ratusan tahun. Istana Damin juga merupakan tempat Kaisar Zhaozong dilahirkan dan dibesarkan.
Selama perjalanan ini, ratusan pelayan Zhaozong digantikan oleh pengikut Zhu Wen, menggunakan orang-orang dengan ciri serupa.
Ketika Zhaozong mengetahuinya, dia hampir sendirian, di bawah kendali mutlak panglima perang Zhu Wen.
Akhir dari Dinasti Tang
Dalam keadaan putus asa itu, Zhaozong tetap tidak menyerah. Dia diam-diam mengirimkan beberapa perintah, meminta panglima perang Tang lainnya untuk berperang melawan Zhu Wen.
Banyak panglima perang, yang setia kepada Tang atau tidak puas dengan Zhu Wen, segera bersekutu. Mereka menyatakan perang melawan Zhu Wen.
Baca Juga: Jatuh Bangun Kekaisaran Tiongkok, Ternyata Dipengaruhi Curah Hujan
Baca Juga: Kisah Kekejaman Kaisar Tiongkok Taizu yang Menghancurkan Dinasti Tang
Baca Juga: Alasan Kaisar Tiongkok Xianzong Tidak Punya Ratu, tapi Haremnya Banyak
Baca Juga: Dezong, Kaisar Tiongkok Dinasti Tang Terlibat Pemberontakan Kejam
Sebelum berangkat ke medan perang, Zhu Wen membunuh kaisar dan keluarganya. Yang tersisa hanya seorang bocah laki-laki berusia 13 tahun. Pangeran muda itu ditempatkan di atas takhta sebagai kaisar dan dipaksa menyerahkan takhta kepada Zhu Wen pada tahun 907. Dengan ini, maka berakhirlah kekuasaan Dinasti Tang.
Tragedi Kaisar Zhaozong
Kakek Zhaozong, Kaisar Li Chen, adalah kaisar besar terakhir dari Dinasti Tang. Ia membawa kemakmuran bagi Kekaisaran Tiongkok.
Pada awalnya, kebijakan Kaisar Zhaozong tidak salah. Ia rajin serta terencana dengan baik, jadi tragedi di Dinasti Tang bukan kesalahannya.
Dua penguasa yang mengerikan antara Kaisar Li Chen dan Zhaozong telah menghancurkan kekaisaran ini secara ekstensif.
Sepanjang sejarah Tiongkok, kesopanan, sistem, dan hukum hanya bekerja di kekaisara yang mapan dan stabil. Di era kacau yang penuh dengan panglima perang yang kuat, hanya kaisar yang cerdas dengan kekuatan militer yang kuat yang dapat mengubah situasi.
Sayangnya, Kaisar Zhaozong tidak memiliki jenderal yang sangat baik dan setia di sisinya. Seorang jenderal setia bisa membantunya mendapatkan kekuatan militer yang cukup untuk mengambil alih kendali kekaisarannya. Selain itu, Kaisar Zhaozong juga tidak memiliki keterampilan militer yang bagus. Segala upaya dilakukan oleh kaisar ambisius ini demi melindungi kekaisaran dan dinastinya namun tidak berhasil.
Source | : | Britannica |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR