Bahkan menjelang kematian, Liu Bei mendesak putranya untuk bergantung pada nasihat Zhuge Liang. Ia pun mendesak Zhuge Liang untuk mengambil alih takhta jika sang pangeran tidak bisa memimpin.
Seorang jenius mekanik dan matematika, ia menciptakan busur untuk menembakkan beberapa anak panah sekaligus. Sebagai ahli strategi, Zhuge Liang juga menyempurnakan Delapan Disposisi, serangkaian taktik militer.
Dalam Sanguozhi yanyi (Romance of the Three Kingdoms), novel sejarah besar abad ke-14, Zhuge Liang adalah salah satu tokoh utamanya. Di novel itu, ia digambarkan mampu mengendalikan angin dan meramal masa depan.
Saat Dinasti Han hancur, dia merencanakan strategi untuk menjadikan Shu Han. Berkat kepiawaiannya, kerajaan itu bertahan selama 43 tahun melawan musuh yang lebih kuat.
Warisan sang ahli strategi
Nama besar Zhuge Liang identik dengan kebijaksanaan. Dia diyakini sebagai penemu mantou (roti kukus), ranjau darat, dan alat transportasi mekanik misterius yang efisien.
Baca Juga: Raja Tang, Sang Pendiri Dinasti Tang Berhasil Gulingkan Dinasti Xia
Baca Juga: Kisah Heroik Guo Ziyi, Jenderal yang Menyelamatkan Dinasti Tang
Baca Juga: Wan Zhener, Harem Paling Berkuasa di Dinasti Ming Kekaisaran Tiongkok
Baca Juga: Bebek Peking, Sajian Favorit Kaisar Tiongkok yang Jadi Simbol Nasional
Ia disebut-sebut sebagai penemu panah Zhuge, jenis panah otomatis semi-otomatis. Meski panah ini sebenarnya merupakan versi perbaikan dari model yang pertama kali muncul selama Periode Negara Berperang. Versi Zhuge dapat menembak lebih jauh dan lebih cepat.
Zhuge Liang juga merupakan subjek dari banyak karya sastra Tiongkok. Sebuah puisi oleh Du Fu, salah satu penyair paling produktif dari Dinasti Tang, ditulis untuk mengenang Zhuge Liang. Du Fu memuji dedikasinya yang tak tergoyahkan untuk perjuangannya melawan rintangan yang luar biasa.
Beberapa catatan sejarah menunjukkan bahwa Zhuge Liang meninggal karena sakit saat memimpin kampanye militer pada 234.
Source | : | China Highlights,Britannica |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR