Penggunaan batu nisan berbentuk kura-kura ini pun ditemukan di tetangga Tiongkok, misalnya Korea. Salah satu prasasti terkenal dari abad ketujuh di Gyeongju, Korea Selatan. Prasasti tersebut diletakkan di atas punggung kura-kura yang baik hati. Itu menandai makam Taejong Muyeol, penguasa kerajaan Silla.
Contoh yang lebih bergaya ditemukan di Jepang. Di Kamakura, makam Shimazu Tadahisa dan Mori Suemitsu, pendiri klan samurai abad ke-12 dan ke-13, dipisahkan oleh lempengan batu. Lempengan batu itu diletakkan di atas batu nisan yang mirip buaya.
Baca Juga: Misteri Makam Kaisar Tiongkok Qin Shi Huang, Benarkah Penuh Merkuri?
Baca Juga: Mengapa Arkeolog Enggan Membuka Makam Kaisar Pertama Tiongkok?
Baca Juga: Laksamana Yi Sun-Shin: Strategi Pertempuran Laut dan Kapal Kura-Kura
Baca Juga: Warisan Kaisar Tiongkok He dari Dinasti Han Timur yang Membahayakan
Di prefektur Tottori, penguasa agung dari klan Ikeda diperingati dengan plakat pada kura-kura dengan cangkang bundar tebal. Namun letaknya jauh di Okinawa, gugusan selatan Jepang dari pulau-pulau, tempat ekspresi paling mencengangkan dari tugu peringatan berbentuk kura-kura ini. Di sini Anda akan menemukan contoh kamekōbaka atau makam kura-kura. Itu adalah makam keluarga kuno dengan atap yang menyerupai cangkang kura-kura melengkung. Bentuk unik ini dimaksudkan untuk melambangkan sebuah rahim.
Seperti yang ditulis Clarence J. Glacken di The Great Loochoo: A Study of Okinawan Village Life, “Dalam pengetahuan populer, makam kura-kura dikaitkan dengan kepercayaan bahwa setelah meninggal, seseorang akan kembali ke rahim tempat ia berasal.”
Glacken selanjutnya mencatat bahwa ikonografi semacam itu diperkenalkan dari Tiongkok. Inspirasi tersebut kemungkinan besar secara khusus berasal dari Provinsi Fujian. Di sana, makam kura-kura sering dihiasi dengan pola geometris.
Diukir dengan susah payah, plakat batu tinggi dan makhluk mitologi yang mendukungnya bertahan sebagai karya seni kuno. Di sisi lain, batu nisan itu juga mengingatkan keinginan universal manusia untuk hidup dan terus dikenang.
Source | : | Atlas Obscura |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR